Analis: Penurunan harga saham Acset Indonusa (ACST) sejalan dengan peningkatan utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengawasi pergerakan harga PT Acset Indonusa Tbk (ACST). Dalam satu bulan, saham ACST telah turun 62,53% ke level Rp 296.  Hari ini, saham ACST ditutup menguat 24,37% setelah pada penutupan kemarin Kamis (6/3) ditutup melemah 13,77% ke level Rp 238. 

Sehubungan dengan terjadinya unusual market activity (UMA) tersebut pihak bursa meminta investor untuk memperhatikan penjelasan dari manajemen, kinerja perusahaan serta rencana aksi korporasi sebelum mendapat persetujuan RUPS. 

Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas melihat penurunan saham ACST yang cukup signifikan sejalan dengan kinerjanya yang mengalami penurunan. Dari 2018, kinerja anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) tersebut sudah mengalami penurunan dan tahun lalu bahkan mencatat kerugian. 


Baca Juga: BEI cermati saham Acset Indonusa (ACST) yang merosot di luar kebiasaan

"Akibatnya tekanan jual terus meningkat dan tingkat kepercayaan investor ketika kinerja turun bisa berkurang," jelas Sukarno kepada Kontan.co.id, Jumat (6/3).

Pada tahun 2018, Acset membukukan pendapatan sebesar Rp 3,72 triliun atau naik 22,77% secara tahunan (yoy). Kemudian pada tahun tersebut Acset mencatatkan kenaikan beban umum dan administrasi sebanyak 28,82% menjadi Rp 193,45 miliar, kenaikan beban pajak final 53,96% menjadi Rp 141,83 miliar dan kenaikan biaya keuangan 339,63% menjadi Rp 362,21 miliar. Dus laba Acset turun 88,15% dari Rp 154,24 miliar menjadi Rp 18,28 miliar. 

Kemudian di tahun 2019 pendapatan Acset naik 6,18% menjadi Rp 3,95 triliun, sementara itu beban pokok naik 33,66% menjadi Rp 4,05 triliun. Ditambah naiknya biaya keuangan hingga 71,07% menjadi Rp 619,63 miliar. Dus Acset tidak lagi mencatatkan laba melainkan rugi Rp 1,14 triliun. 

Di sisi lain, Sukarno juga menyoroti soal rasio utang Acset yang sangat tinggi. Kondisi leverage meningkat drastis. Kenaikan utang berasal dari utang jangka pendek yang digunakan untuk biaya penyelesaian proyek. 

Saat ini debt to equity ratio (DER) meningkat dari tahun lalu yang sebesar 5,26 kali menjadi 35,47 kali dan debt to asset ratio (DAR) dari 0,84 kali menjadi 0,97 kali. 

"Rasio utang sangat tinggi sehingga menyebabkan kekhawatiran pasar akan kinerjanya di masa yang akan datang," imbuh dia. 

Editor: Herlina Kartika Dewi