Anggaran terbatas, Kementan cuma bisa penuhi 9 juta ton pupuk subsidi per tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan, pada tahun 2021 hanya bisa memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi sebanyak 8,87 juta ton hingga 9,55 juta ton. Hal ini terbilang jauh di bawah kebutuhan pupuk yang mencapai 22,57 juta ton hingga 26,18 juta ton per tahun.

Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan, Mohammad Hatta mengatakan, kondisi tersebut terjadi karena terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah. “Setiap tahunnya pemerintah hanya mampu mengalokasikan 8 juta ton hingga 9 juta ton (pupuk subsidi) setiap tahunnya atau Rp 25 triliun hingga Rp 32 triliun,” ucap Hatta dalam diskusi virtual, Jumat (29/10).

Ia bilang, pupuk subisidi yang disalurkan pemerintah adalah pupuk jenis urea dan NPK. Kedua jenis pupuk tersebut sesuai dengan permintaan kebutuhan yang disampaikan petani.


Lebih lanjut Hatta mengakui, terdapat potensi masalah yang dapat terjadi akibat tidak mencukupinya kebutuhan pupuk bersubsidi. Diantaranya, perembesan pasokan antar wilayah.

Baca Juga: Bantu stabilkan harga, Malindo Feedmill (MAIN) serap telur peternak rakyat

Lalu, munculnya isu kelangkaan pupuk bersubsidi di berbagai wilayah dan potensi penyaluran pupuk subsidi yang tidak tepat sasaran. Selain itu, para distributor berpotensi untuk mempermainkan harga eceran tertinggi (HET) yang merugikan petani kecil.

Hatta mengatakan, dari potensi tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemda terkait untuk perbaikan tata kelola pupuk subsidi.

Upaya tersebut diantaranya perbaikan data petani dan luas lahan. Lalu, memasukkan data koordinat lahan yang difasilitasi pupuk subsidi. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya syarat mendapat pupuk subsidi hanya nama dan NIK petani.

Serta, membatasi dosis pupuk yang diusulkan sesuai rekomendasi Badan Litbang Kementan. "Jadi ini adalah upaya-upaya perbaikan data yang kami akan lakukan dalam rangka perbaikan tata kelola (pupuk subsidi)," ujar Hatta.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, sejak Juni 2021 harga pupuk melonjak hingga 120 persen. Hal itu menyebabkan pendapatan petani turun hingga Rp 800.000 per bulan.

Baca Juga: Harga karet naik, Pinago Utama (PNGO) ikut ketiban untung

Gulat menyebut, kondisi tersebut ironi di tengah harga tandan buah segar (TBS) yang naik menjadi Rp 3.000 per kilogram. Ia menyebut petani tidak mendapat untung dari kenaikan harga TBS tersebut.

Ia mengatakan, harga pokok produksi (HPP) per hari ini sudah mencapai Rp 1.300 per kilogram dimana 58 persen biaya produksi merupakan pupuk. "Sehingga kalau dihitung berapa sih rata-rata pendapatan sawit hari ini hanya Rp 800 ribu per bulan,” kata Gulat.

Editor: Tendi Mahadi