KONTAN.CO.ID - JAKARTA, Pemerintah Indonesia berhasil menciptakan kebijakan iklim investasi yang kondusif sehingga ada investasi baru, perluasan usaha, transfer teknologi, kesempatan kerja serta berbagai
multiplier effect yang baik bagi pertumbuhan maupun pemerataan ekonomi nasional. Kunci utama dari kebijakan hilir adalah konsistensi terhadap implementasi berbagai regulasi di sektor industri. Ketua Umum Asosiasi Produsen
Oleochemical Indonesia (Apolin), Rapolo Hutabarat, mengatakan bahwa konsistensi regulasi sangat diperlukan dunia usaha. Apolin mengharapkan agar pemerintah tetap mempertahankan PMK 191/2020 untuk menjaga momentum dan meningkatkan daya saing industri sawit nasional bagi perekonomian.
“Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit CPO, CPKO serta berbagai produk turunannya telah berhasil mengendalikan pasar global, baik dari sisi volume ekspor, keragaman/aneka produk olahan minyak sawit, memasok bahan baku industri pengguna yang sangat beragam serta telah mampu menembus pasar di berbagai belahan dunia. Keberhasilan ini buah hasil kebijakan pemerintah yang sangat konsisten menjaga berbagai regulasi industri sawit di Indonesia,” ujar Rapolo Hutabarat.
Baca Juga: Apolin jalin kerjasama dengan Politeknik ATI Padang kembangkan SDM industri Oleh karena itu, pemerintah diminta konsisten menjalankan empat regulasi di sektor hilir sawit. Pertama, pemerintah diminta tidak merevisi pungutan ekspor sawit dalam PMK No. 191/PMK.05/2020. Rapolo menjelaskan Peraturan menteri keuangan ini sangat holistik dalam mengakomodir berbagai kepentingan industri sawit mulai dari hulu (perkebunan dan termasuk kepentingan petani sawit);
downstream (industri proses tahap pertama);
mid-downstream (industri proses tahap kedua); dan
further downstream (industri proses tahap ketiga atau yang lazim kita sebut industri
oleochemical. “Selain itu, manfaat dari PMK 191/2020 tersebut juga menjangkau berbagai kepentingan lainnya seperti makin tersedianya dana peremajaan kelapa sawit petani; kegiatan riset; pendanaan kampanye positif; serta biaya advokasi,” ungkapnya. Ditambahkan Rapolo, manfaat paling fundamental PMK 191/2020 adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dalam negeri seperti menjamin tersedian-nya bahan baku utama industri hilir serta kebutuhan ekspor untuk perolehan devisa negara.
Kedua, PMK No. 130/PMK.010/2020 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Baca Juga: Apolin optimistis kinerja industri oleokimia bertumbuh semakin positif pada 2021 Peraturan ini lebih dikenal dengan Tax Holiday, dimana relaksasi yang diberikan oleh pemerintah makin diperluas, fasilitas pengurangan PPh nya 100% dengan besaran investasinya mulai dari: (a) minimum Rp 100 miliar; (b) Rp 500 miliar s/d < 1 triliun, pengurangan PPh badan selama 5 tahun; (c) Rp ≥ 1 triliun s/d < 5 triliun, pengurangan PPh badan selama 7 tahun; (d) Rp ≥ 5 triliun s/d < 15 triliun, pengurangan PPh badan selama 10 tahun; (e) Rp ≥ 15 triliun s/d < 30 triliun, pengurangan PPh badan selama 15 tahun; dan (f) Rp ≥ 30 triliun, pengurangan PPh badan selama 20 tahun. Setelah masa PPh tersebut berakhir, maka badan usaha masih diberikan fasilitas pengurangan sebesar 50% selama 2 tahun berikutnya.
Editor: Noverius Laoli