Asetnya banyak diincar, ini cara Benny Tjokro membayar utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aset Benny Tjokro tengah menjadi incaran banyak pihak. Sejumlah institusi menuntut ganti rugi dari bos Hanson International Tbk tersebut mulai dari Kejaksaan Agung (Kejagung), Asabri, Emco Asset Management dan nasabah Hanson.

Di kasus Jiwasraya misalnya. Kejaksaan Agung membidik aset milik Benny yang jadi salah satu tersangka kasus tersebut. Kejaksaan sudah menyita sejumlah aset Benny dari mobil mewah, apartemen hingga tanah yang berada Lebak dan Tangerang.

Baca Juga: SIDANG KASUS JIWASRAYA: Jiwasraya investasi Rp 91 triliun sejak 2008-2018


Asabri juga mengincar pengembalian dana dari Benny. Menurut penuturan petinggi Asabri, Benny sudah memberi komitmen pengembalian dana Rp 5,1 triliun.

Nasabah Emco Asset Management yang reksadananya mengalami gagal bayar juga mengincar aset Benny. Di saat yang sama, perusahaan milik Benny, Hanson juga terlilit masalah pengembalian dana. Belakangan, koperasi terafiliasi Hanson juga gagal bayar.

Menimbang banyak aset yang telah disita oleh Kejagung, akan sulit bagi Benny untuk membayarkan kewajibannya kepada semua pihak.

Pengacara Benny Tjokro, Bob Hasan mengatakan, penyitaan dapat dilakukan kepada seseorang atau badan hukum yang berstatus sebagai tersangka. Namun yang menjadi permasalahan ketika kejaksaan juga menyita aset perusahaan yang seluruhnya bukan milik Benny.

Baca Juga: Hadapi sidang perdana kasus Jiwasraya, ini persiapan Benny Tjokro

“Yang terjadi hari ini adalah aset korporasi bukan milik Benny Tjokro juga disita. Memang ada milik Benny tapi bukan milik dia seluruhnya maka harus ditegakkan, itu yang harus diluruskan,” katanya di Pegadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/6).

Menurutnya, sebagian besar aset sitaan Kejagung milik korporasi yakni entitas anak dan cucunya seperti PT Mandiri Mega Jaya, PT Harvest Time dan lainnya. Dengan kondisi tersebut, ia yakin kejaksaan gagal untuk menyita aset kliennya. Sebab, Hanson Internasional juga dimiliki publik bukan hanya Benny sendiri.

“Berpotensi gagal karena itu milik orang banyak. Sekarang dari Hanson saja, saham pak Benny hanya 4%, saham publik dari Hanson itu sebesar 90%,” ungkapnya.

Editor: Tendi Mahadi