KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan memperketat kendaraan yang dapat menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Aturan terkait pembatasan pembelian BBM subsidi tersebut akan diterbitkan pekan depan, atau awal September 2024.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimudin saat menjadi pembicara dalam acara Public Discussion Youth Energy Council (YEC) Transisi Energi dan Udara Bersih: Generasi Muda Kunci Perubahan di Gedung Oil Centre, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Rachmat menjelaskan, pemerintah ingin memastikan penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran, yakni hanya kelompok masyarakat rentan yang dapat menikmatinya, bukan kelompok masyarakat mampu alias orang kaya.
"Itu rencana kami. Mudah-mudahan minggu depan peraturannya keluar, dan kita bisa melakukan sosialisasi (terkait aturan baru pembelian BBM subsidi). Ini saya beri bocor-bocor alus, niat kita seperti itu," ujar Rachmat.
Selama ini, banyak kendaraan mewah yang masih menggunakan BBM subsidi. Berdasarkan data tahun 2022, 95 persen atau lebih dari 15 juta kiloliter (KL) solar subsidi dinikmati oleh 60 persen masyarakat berpenghasilan teratas.
Sedangkan untuk Pertalite, 80 persen atau lebih dari 19 juta KL dinikmati oleh 60 persen masyarakat berpenghasilan teratas.
"Jadi itu dinikmati oleh orang kaya, dan makin kaya dia, maka makin banyak makan subsidi BBM. Karena makin kaya dia, mobilnya semakin gede (volume bensin), mobilnya makin banyak, makannya berarti makin banyak pakai subsidi," ucap Rachmat.
Kendaraan Mewah Tidak Lagi Bisa Membeli BBM Subsidi
Rachmat menyebutkan, dengan aturan baru ini, sekitar 7 persen kendaraan yang sebelumnya bisa membeli BBM subsidi, tidak akan bisa lagi.Kendaraan yang masuk ke dalam kelompok 7 persen tersebut adalah golongan kendaraan mewah.
"Kami hitung, mungkin antara 6-7 persen kendaraan yang saat ini dapet (bisa beli BBM subsidi), mungkin jadi nanti enggak. Jadi hanya 6-7 persen kendaraan (yang tidak bisa beli BBM subsidi), berarti kendaraan yang paling mahal, kendaraan yang paling tinggi lah kelasnya," paparnya.
Dalam aturan tersebut, Pemerintah juga akan memperhitungkan tingkat konsumsi pada kendaraan yang masuk dalam kategori bisa membeli BBM subsidi. Hal ini dilakukan untuk memastikan BBM subsidi digunakan dengan tepat oleh penerima.
"Kita perlu cek juga kewajarannya, pemakaiannya dia wajar enggak? Hari ini misal kita masih 60 liter, tapi median (rata-rata) pemakaian itu 4 liter solar, ya pantas enggak kita kasih biasa segitu?" ucap Rachmat.
Aturan baru ini nantinya akan tertuang dalam bentuk peraturan menteri (Permen), sehingga tidak memerlukan revisi dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Jadi bukan revisi, Perpres 191 ini kemudian diperkuat dengan Permen-nya," kata Rachmat.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan aturan baru terkait pembatasan pembelian BBM subsidi akan rampung pada 1 September 2024. Namun, dalam penerapannya akan dilakukan sosialisasi terlebih dahulu.