Bagaimana investor menyikapi stock split emiten? Begini saran analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun 2021, sejumlah emiten telah memecah nilai nominal saham atawa stock split. Menurut catatan Kontan.co.id, ada tujuh emiten yang telah melakukan stock split yakni EMTK, HOKI, ERAA, SRTG, HEAL BBCA, dan SCMA.

Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana menanggapi, berbicara harga saham fokusnya adalah fundamental perusahaan dan ekspektasi terhadap kinerja perusahaan di masa mendatang. 

Sementara, stock split hanya membuat harganya lebih murah dengan harapan lebih likuid sehingga lebih mudah diperdagangkan dan investor ritel bisa lebih mudah untuk masuk.


Dia mencotohkan BBCA, sebelum stock split harga 1 lot saham BBCA sekitar Rp 3,5 juta. Usai stock split harga 1 lot sahamnya menjadi sekitar Rp 700.000. "Saya lihat juga setelah stock split kepemilikan investor ritel di BBCA meningkat," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (25/11).

Baca Juga: Dukung pengelolaan keuangan dana haji, BEI kerja sama dengan BPKH

Namun, dia menegaskan stock split tidak memberikan pengaruh pada naik turunnya harga saham. Menurut dia, yang mempengaruhi naik turunnya suatu harga saham lebih kepada fundamental dan propek bisnis ke depan.

Di sisi lain, Wawan bilang juga tergantung tren IHSG yang mana trennya sedang naik seperti saat ini sebetulnya emiten melakukan stock split atau tidak saham akan naik. 

 
BBCA Chart by TradingView

Hanya saja, jika indeks dalam tren turun, maka dengan melakukan stock split ada kemungkinan harga saham bisa turun walaupun kembali lagi tergantung tren pasar secara keseluruhan dan ekspektasi investor terhadap kinerja masing-masing emiten.

Menilik RTI, beberapa emiten yang telah memecah sahamnya mencatatkan penurunan harga dalam 3 bulan terakhir sampai dengan Kamis (25/11). Emiten tersebut, EMTK yang turun 12,26%, HOKI turun 2,07%, dan SCMA turun 5,64%. Menurutnya, penurunan tersebut akibat fundamental perusahaan.

Baca Juga: Permintaan dan harga komoditas melonjak, kinerja emiten pelayaran ikut terkerek

Editor: Noverius Laoli