Banjir peminat, ini keuntungan kuliah di sekolah kedinasan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak dibuka beberapa waktu lalu, pendaftaran sekolah kedinasan masih dibanjiri para pelamar. Hingga Selasa (27/4/2021) pukul 07:55 WIB, pelamar yang sudah membuat akun sebanyak 230.713 orang. Dari jumlah tersebut, 146.055 di antaranya sudah memilih sekolah kedinasan dan 95.180 pelamar sudah melakukan submit data. 

Pendaftaran sekolah kedinasan sediri akan berakhir pada 30 April 2021. Bagi yang tertarik kuliah di sekolah kedinasan, lekas mendaftar. 

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi bidang SDM Aparatur di Kementerian PANRB Teguh Widjinarko mengatakan, mengeyam pendidikan di sekolah kedinasan memiliki keuntungan. Sebab sekolah kedinasan dirancang khusus untuk memenuhi keahlian yang sangat spesifik yang diperlukan instansi pemerintahan. 


Artinya kata dia, peluang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) usai mengenyam pendidikan di sekolah kedinasan sangat terbuka lebar. 

Baca Juga: Update jumlah pendaftar sekolah kedinasan 2021 per 27 April 2021

"Seleksi yang dilakukan adalah pada saat mereka mendaftarkan diri untuk masuk ke sekolah kedinasan. Sementara secara keahlian sesuai dengan bidangnya mereka akan melalui ujian-ujian di sekolah kedinasan yang dipandang merupakan seleksi kompetensi bidang," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (28/4/2021). 

"Karena itu jika mereka tidak lulus sekolah kedinasan maka hilang kesempatannya untuk menjadi PNS," sambungnya. 

Teguh mengatakan, lulusan sekolah kedinasan juga tak perlu lagi mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sebab kata Teguh, lulusan sekolah kedinasan sudah dijamin bakal langsung menjadi PNS. 

Baca Juga: Sebentar lagi tutup, ini kuota dan syarat pendaftaran sekolah kedinasan Kemenhub 2021

"Tidak harus mendaftar tes lagi. Karena tes sudah dilakukan di awal. Mereka nantinya ditempatkan sesuai dengan rencana kebutuhan yang diajukan oleh masing-masing instansi. Biasanya instansi pemerintah mengajukan kebutuhan lulusan sekolah kedinasan untuk ditempatkan di instansinya," kata dia. 

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie