Bankir putar otak untuk cari peluang penyaluran kredit pada semester kedua



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki paruh kedua tahun ini, perbankan mulai menimbang sektor yang masih bisa diandalkan dalam menyalurkan kredit. Apalagi penerapan PPKM Darurat akan membuat penyaluran kredit tersendat. 

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk melihat penyaluran kredit akan tergantung pada permintaan dari sektor riil. Direktur Risk Management and Transformation Bank BTN Setiyo Wibowo mengaku saat ini permintaan kredit masih ada di segmen konsumsi seperti  kredit pemilikan rumah (KPR). 

“Terutama untuk orang yang beli rumah pertama, bukan untuk rumah investasi. Sedangkan sektor produktif, banyak pengusaha yang mengerem investasi untuk bikin pabrik baru maupun beli mesin baru,” ujar Setiyo kepada KONTAN pada Rabu (8/7). 


Baca Juga: Tak perlu khawatir, LPS jamin dana calon jemaah haji di perbankan

Kendati demikian, Ia bilang BTN akan tetap fokus pada sektor perumahan sekaligus konstruksinya. Ia melihat permintaan kredit konstruksi masih minim lantaran para pengembang tengah menghabiskan stok rumah yang sudah ada. 

“Ada permintaan kredit tetap ada, BTN menghabiskan kuota subsidi Rumah, kerjasama dengan BP Tapera untuk skema rumah dengan bunga murah. Lalu ada program promo dengan developer prima untuk bunga khusus,” tambahannya. 

Ia berharap strategi ini bisa mencapai proyeksi kredit BTN tumbuh 7% yoy di sepanjang 2021 dengan asumsi pandemi Covid-19 dapat terkendali di semester kedua. BTN telah menyalurkan pembiayaan senilai naik 4,75% yoy dari Rp 251,43 triliun menjadi Rp 263,38 triliun per Mei 2021.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja melihat Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan KPR bisa menopang kredit konsumsi. Sedangkan bisnis kartu kredit akan terdampak pembatasan sosial.  “Karena kredit konsumen, ini sebut price sensitive. Bunga turun maka minat kredit akan bertambah, itu pasti. Kalau bunga naik, langsung turun permintaan. Jadi sangat elastis,” katanya. 

Baca Juga: BI naikkan batas maksimal nominal dana tarik tunai di mesin ATM berteknologi chip

Hal ini berbeda dengan penyaluran kredit di sektor produktif. Ia bilang untuk kredit modal kerja harus ada kegiatan yang mendasari kebutuhan kredit. Begitupun untuk kredit investasi harus membutuhkan investasi baru. 

“Beda dengan kredit modal kerja, kalau kerjanya tidak ada apa yang mau dikreditkan. Itu sebabnya kita susah sekali untuk tingkatkan kredit modal kerja apalagi kredit investasi. Kalau kredit investasi itu harus melakukan investasi tambahan. Kalau omzet sekarang masih lesu dan kecil dan ataupun kapasitas produksi masih berlebih maka susah. Kecuali untuk yang korporasi bergerak berorientasikan ekspor ataupun proyek pemerintah,” jelas Jahja. 

Editor: Tendi Mahadi