Begini kata eks Tim Anti Mafia Migas soal PIMD yang didirikan Pertamina



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) mendirikan Pertamina International Marketing & Distribution, Pte Ltd (PIMD) sebagai trading arm di Singapura. Pendirian itu mengundang reaksi dari sejumlah kalangan, lantaran dikhawatirkan menjadi reinkarnasi Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang telah dibubarkan karena tersangkut kasus mafia migas.

Reaksi keras salah satunya datang dari eks anggota tim anti mafia migas, Fahmy Radhi. Ia mengkhawatirkan, PIMD terindikasi akan menghidupkan kembali alur rente mafia migas yang sebelumnya berada di Petral.

Baca Juga: Pertamina buka kantor pemasaran di Singapura, apa bedanya dengan Petral?


"Penetapan bos Petral sebagai tersangka oleh KPK membuktikan bahwa kongkalikong orang dalam Petral dengan Mafia Migas adalah riil. Niat saya adalah mengingatkan agar kejadian di Petral tidak terulang pada PIMD," kata Fahmy kepada Kontan.co.id, Rabu (9/10).

Pertamina berdalih, PIMD berbeda dari Petral. Menurut Pertamina, Petral merupakan trading arm untuk impor minyak mentah dan BBM untuk kebutuhan domestik. Sedangkan PIMD merupakan trading arm untuk menjual produk Pertamina dan produk pihak ketiga ke pasar internasional.

Namun, menurut Fahmy, hal tersebut tidak menutup indikasi reinkarnasi Petral di tubuh PIMD. Serupa dengan PIMD, kata Fahmy, Petral awalnya juga dimaksudkan untuk menjual minyak mentah di pasar internasional pada saat Indonesia masih sebagai negara eksportir minyak. Namun, pada saat Indonesia sudah menjadi negara net importer, fungsi Petral sebagai satu-satunya trading arm yang hanya impor crude untuk kilang Indonesia dan impor BBM untuk kebutuhan dalam negeri.

"Hasil kajian Tim Anti Mafia Migas menyimpulkan bahwa Petral telah digunakan oleh Mafia Migas untuk memburu rente dari monopoli Petral dalam impor crude dan BBM, utamanya Premium," jelas Fahmy.

Baca Juga: Pertamina kaji opsi relokasi proyek DME ke Tanjung Enim

Oleh sebab itu, setelah penutupan Petral, Fahmy berpendapat pembukaan kembali trading arm pemasaran di Singapore sangat tidak tepat. "Bahkan blunder, yang berpotensi mengundang Mafia Migas," sambung Fahmy.

Di sisi lain, Fahmy mengungkapkan bahwa kapasitas jual produk bunkering Pertamina atau Marine Fuel Oil (MFO) 380 untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) kapal laut dan produk pihak ketiga ke pasar internasional, masih sangat kecil.

"Kalau tujuannya masuk pasar retail menjual MFO 380, kapasitasnya sangat kecil. Itu bisa dilakukan Pertamina di Jakarta, tidak harus mendirikan trading arm di Singapura," ungkap Fahmy.

Editor: Tendi Mahadi