Begini mekanisme pencatatan aset uang kripto dalam laporan keuangan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setahun terakhir, mata uang kripto kian populer di Indonesia dan pasar global. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), hingga akhir Mei 2021, jumlah investor aset kripto Indonesia mencapai 6,5 juta orang. Jumlah itu naik lebih dari 50% dari tahun 2020 yang baru 4 juta orang.

Kantor akuntan publik dan konsultan RSM Indonesia, memandang, mata uang kripto adalah mata uang digital atau virtual yang dijamin dengan kriptografi, yang membuatnya hampir tidak mungkin untuk dipalsukan (counterfeit) atau digandakan (double-spend).  

“Mata uang digital bersifat desentralisasi, tidak butuh bank sentral dan bank dalam transaksi karena transaksinya berlangsung secara peer-to-peer dari pengirim ke penerima,” kata Managing Partner Audit RSM Indonesia Dedy Sukrisnadi dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (26/7).


Di sisi lain, RSM memandang keberadaan cryptocurrency ini perlu untuk terus dicermati untuk meminimalisir risiko yang merugikan. Sebagai contoh, populernya penggunaan mata uang kripto ini berisiko terhadap kestabilan moneter apabila masyarakat menggunakannya sebagai private digital currency.

Baca Juga: Sejarah, JP Morgan jadi bank pertama yang kelola investasi aset kripto

Dedy menambahkan, terdapat risiko underground economy apabila pemegang/pemilik mata uang kripto tidak mencatatnya sebagai aset yang dimilikinya. Penambahan kekayaan dari peningkatan nilai mata uang kripto yang tidak tercatat dalam laporan keuangan (entitas atau pribadi) pada gilirannya akan berdampak pada kecilnya kewajiban perpajakan mereka.

Mengenai standar akuntansi mata uang kripto, jelas Dedy, IFRS Interpretations Committee (IFRS IC or the Committee) pada Juni 2019 telah menerbitkan paper mengenai bagaimana perusahaan atau entitas yang memiliki mata uang kripto menerapkan standar akuntansi yang ada saat ini terhadap mata uang kripto ini.

“Terdapat beberapa standar yang relevan untuk dikaji keterterapannya yakni PSAK 50 (IAS 32) mengenai “Instrumen Keuangan: Penyajian”, PSAK 16 (IAS 38) mengenai “Aset Takberwujud”, dan PSAK 14 (IAS 2) mengenai “Persediaan,” lanjut dia.

Editor: Anna Suci Perwitasari