Belum mendapatkan haknya, nasabah Minna Padi kejar pertanggungjawaban OJK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam waktu dekat, nasabah PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) akan kembali menggelar rapat dengan pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI. Ini dilakukan karena para nasabah belum mendapatkan haknya hingga saat ini. 

Neneng, salah satu nasabah Minna Padi bilang, pada RDP pertama yang berlangsung pada 25 Agustus 2020 lalu, Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hosen telah menyatakan bahwa Minna Padi telah terbukti melanggar ketentuan. Oleh sebab itu, regulator memberikan sanksi pembubaran dan likuidasi atas enam produk reksadananya.

“Hal ini menunjukkan secara jelas kasus Minna Padi adalah kasus Pelanggaran yang terjadi di tahun 2019 sehingga dibubarkan dan dilikuidasi oleh OJK. Sama sekali bukan kasus gagal bayar seperti yang marak terjadi di tahun 2020,” kata dia kepada Kontan.co.id pada Minggu (13/9).


Nah, Minna Padi menjadikan sanksi tersebut sebagai alasan untuk tidak membayar kepada nasabah. Walaupun Peraturan OJK, mengharuskan Minna Padi membayar nasabah dengan NAB pembubaran paling lambat dalam tujuh hari bursa setelah pembubaran yang berarti selesai diawal Desember 2019.

Baca Juga: Nasabah Minna Padi tolak rencana MI lakukan lelang terbuka

“Meskipun OJK sudah berulangkali mengabari, namun tidak dijalankannya peraturan itu. Tapi OJK tetap diam saja. Di sinilah yang menjadi inti permasalahannya. Sudah jelas Minna Padi yang bersalah, dikenakan sanksi, jadi harusnya Minna Padi bertanggung jawab dan bukan menjadikan nasabah sebagai korban,” tambah Neneng.

Ia menyebut, OJK sudah diberikan kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar oleh Negara sebagai regulator, supervisor dan eksekutor dalam hal keuangan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan konsumen. Oleh sebab itu, nasabah meminta pertanggungjawaban OJK.

“POJK No1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. OJK harus mengumumkan secara resmi dan jelas bukti dan kesalahan Minna Padi,” tutur Neneng.

Editor: Anna Suci Perwitasari