KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) diramal akan terdepak dari MSCI Index pada
rebalancing yang dilakukan pada Februari 2024 mendatang. Menurut Kepala Riset Trimegah Sekuritas Willinoy Sitorus, kapitalisasi pasar
free float ANTM hanya berada di level US$ 941 juta, di bawah persyaratan minimum
free float sebesar US$ 1,09 miliar. “Oleh karena itu, kami memprediksi kemungkinan saham ANTM akan menjadi satu-satunya kandidat yang dikeluarkan pada
rebalancing indeks Februari 2024,” terang Willinoy.
Adapun rebalancing Indeks MSCI kali ini dilakukan dengan menyaring emiten berdasarkan
free-float-adjusted market cap (FFMC).
Baca Juga: Sektor Otomotif Diselimuti Sentimen Positif, Analis Kompak Jagokan Saham ASII Penyaringan anggota MSCI yang baru juga ditinjau dari aspek likuiditas saham yang baik, yang tercermin dari volume rata-rata perdagangan harian atau
average daily trading volume (ADTV) dan frekuensi perdagangan dalam beberapa rentang waktu, serta kriteria lainnya. Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan menilai,
rebalancing ini bisa menjadi sentimen yang berdampak terhadap harga saham ANTM. Akan tetapi, faktor yang menurut Rizkia lebih mempengaruhi harga saham ANTM secara keseluruhan adalah harga komoditas. “Sebetulnya kalau saya lihat
pattern-nya untuk
rebalancing MSCI, ada yang pergerakan harga sahamnya ketika keluar dari indeks malah cenderung meningkat, dan ada juga yang menurun,” terang Rizkia kepada Kontan.co.id, Senin (8/1). Dari sisi sektoral, Rizkia menaksir Nasib komoditas nikel akan cenderung flat dibandingkan harga penutupan tahun 2023. Mirae Asset tidak berekspektasi adanya kenaikan yang signifikan terhadap harga nikel dengan menimbang kondisi kelebihan pasokan alias
oversupply. Dus, dia memproyeksi harga nikel tahun ini akan berada di level US$ 15.000 per ton sampai US$ 18.000 per ton. Sehingga, Rizkia menilai, investor saat ini akan meninjau ulang
rating sektor nikel, tidak hanya saham ANTM, dengan menimbang kondisi permintaan, pasokan, dan juga harga nikel saat ini. Analis MNC Sekuritas Alif Ihsanario juga menilai, nasib nikel kemungkinan belum akan membaik tahun ini. Lesunya aktivitas perekonomian China dan penurunan sektor properti China yang terus berlanjut masih menghantui prospek nikel tahun ini. Sebab, China menyerap sekitar 60% pasokan logam global.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Emiten Operator Telekomunikasi yang Meraup Cuan Saat Nataru ANTM tertolong oleh kenaikan harga emas yang harganya dari tahun ke tahun memang uptrend namun cukup stabil. Namun, segmen usaha emas ANTM lebih kepada bisnis
trading. “Jadi kontribusi ke labanya lebih kecil daripada segmen nikel,” sambung Rizkia. Alif juga menilai, perusahaan pelat merah ini juga menikmati adanya sentimen korelatif dari momentum kenaikan emas. Dus, pertumbuhan pendapatan yang solid diperkirakan akan terjadi, namun belum tentu diikuti oleh peningkatan margin.
Editor: Tendi Mahadi