BI diminta perkokoh exit strategy burden sharing untuk tekan risiko



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Skema pembagian beban (burden sharing) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Keuangan) memang banyak mendulang peringatan waspada dari banyak pihak, termasuk menggerus kepercayaan investor dan membuat keluarnya modal asing dari Indonesia.  

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pun memandang penting kalau BI dan Kemenkeu perlu punya langkah-langkah keluar (exit strategy) untuk meminimalkan risiko-risiko tersebut.

Baca Juga: LPEM FEB UI: Monetisasi utang BI tak bisa ungkit inflasi di kondisi ekonomi saat ini


"Meski BI telah menyebutkan bahwa mereka memiliki strategi keluar yang kuat, pasar masih membutuhkan kepastian terhadap rencana ini," ucap ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam asesmen yang diterima Kontan.co.id, Selasa (4/8).

Salah satu rencana exit strategy yang direncanakan adalah penetapan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) yang lebih tinggi. Menurut Riefky, ini bisa memengaruhi persepsi investor terhadap pasar.

Untuk itu, BI lebih baik membuat exit strategy yang memprioritaskan peran utama bank sentral, yaitu peran stabilisasi nilai tukar rupiah. Exit strategy yang lebih berhati-hati ini diharapkan mampu menjaga BI dari risiko eksternal dan tekanan domestik.

Baca Juga: Tren suku bunga turun, prospek reksadana pendapatan tetap makin cerah

"Bagaimanapun, jika BI dan Kemenkeu mampu mengelola kepercayaan pasar terhadap implementasi burden sharing, rencana ini tidak akan membahayakan stabilitas makroekonomi, justru dapat mendukung pertumbuhan ekonomi," jelas Riefky.

Editor: Noverius Laoli