Bisnis manufaktur di ASEAN turun karena tekanan di pasar ekspor besar



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kinerja manufaktur ASEAN sedang merosot. PMI IHS Markit pun menyebut manufaktur ASEAN berada di posisi terendah dalam dua tahun pada bulan Juli 2019, yaitu di angka 49,5

Indeks headline di bulan Juli ini ada di angka 49,5. Di bulan sebelumnya, indeks headline berada di posisi 49,7. Hal ini menunjukkan penurunan pada kondisi operasional di kalangan pengusaha manufaktur ASEAN.

Baca Juga: Perang dagang AS-China masih panas, bagaimana nasib IHSG pekan depan?


Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa penurunan kinerja manufaktur memang merata di negara ASEAN. Hal ini disebabkan karena tekanan dari sisi ekspor yang masih besar.

"Masih soal perang dagang. Perang dagang ini menurunkan permintaan produk ekspor di ASEAN. Produk manufaktur seperti tekstil, elektronik dan besi baja kompak terpukul," kata Bhima kepada kontan.co.id pada Minggu (4/8).

Kondisi global lain adalah adanya ketidakpastian Brexit dan imbas krisis Eropa yang masih bisa dirasakan.

Selain itu, pasar domestik ASEAN ini cenderung dibanjiri produk impor barang jadi dari China. Pengalihan kelebihan pasokan China justru menjadi masalah karena produsen lokal kalah bersaing.

Baca Juga: Meski turun, tapi secara keseluruhan bisnis manufaktur di ASEAN masih membaik

Di Indonesia sendiri, kinerja industri manufaktur Indonesia juga masih lesu. Bahkan Badan Pusat Statistik mencatat produksi manufaktur di Q2-2019 saat ini hanya tumbuh 3,62% secara year on year (YoY).

Menurut Bhima hal itu disebabkan oleh pada bulan Juli pasca lebaran seharusnya ada normalisasi produksi. Namun, karena permintaan global dan domestik belum pasti, banyak pabrik yang menurunkan kapasitas produksinya.

Editor: Noverius Laoli