Bos Samsung Lee Kun-hee tutup usia, ini profil masa lalunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Chairman Samsung Electronics sekaligus konglomerat Korea Selatan Lee Kun-hee tutup usia pada Minggu (25/10/2020) di Seoul, Korea Selatan. Dia meninggal di usia 78 tahun setelah dirawat cukup lama di rumah sakit karena serangan jantung sebagaimana dilansir dari Reuters. 

Lee lahir pada 9 Januari 1942 di Uiryong, Provinsi Kyongsang Selatan, Korea (sekarang Korea Selatan). Dia adalah putra bungsu dari Lee Byung-Chull, pendiri Samsung pada 1938 sebagaimana dilansir dari Britannica. Lee berkuliah dan mengambil jurusan ekonomi di Universitas Waseda, Tokyo, Jepang. 

Kemudian, dia memperoleh gelar magister admisitrasi bisnis dari Universitas George Washington, Washington DC, AS. Pada 1968 Lee bergabung dengan Samsung, yang bergerak di bidang elektronik, mesin, bahan kimia, dan jasa keuangan. Dia menjabat sebagai pengganti ayahnya yang pendiam yang menjalankan kendali mutlak atas perusahaan tersebut. 


Ayah Lee memutuskan untuk tidak menjadikan dua putra yang lebih tua sebagai penerusnya. Setelah kematian ayahnya pada 1987, Lee menjadi Chairman Samsung tetapi menyerahkan manajemen kepada staf perusahaan. 

Di awal masa kepemimpinan Lee, Samsung dipandang sebagai produsen produk murah berkualitas rendah dan jelek. Pada Juni 1993, Lee meluncurkan revolusi dramatis dari atas untuk membuat Samsung kompetitif secara internasional. "Mari kita ubah segalanya kecuali istri dan anak kita," kata Lee pada 1993. 

Baca Juga: Bos Samsung sekaligus orang terkaya di Korea Selatan Lee Kun-hee meninggal dunia

Segera setelah itu, dia memesan produk buatan China untuk dipajang di kantor pusat Samsung. Dia mengatakan bahwa penting untuk menunjukkan bagaimana China dengan cepat menyusul sebuah teknologi yang sudah dikembangkan. 

Dalam pertemuan dengan bawahan dan wawancara sesekali, kendati jarang sekali tampil di depan media, Lee selalu menekankan pentingnya pikiran yang cerdas dalam berbisnis. “Apa pun yang terjadi, tidak ada yang perlu ditakutkan jika kita memiliki talenta terbaik dalam mendesain, meneliti, dan mengembangkan,” ujarnya suatu kali sebagaimana dilansir dari AFP. 

"Di era persaingan tanpa batas, menang atau kalah akan bergantung pada sejumlah kecil (orang) jenius. Seorang jenius akan memberi makan 100.000 orang,” kata dia. 

Reformasi 

Lee mengaitkan kekurangan Samsung dengan kelemahan dasar dalam masyarakat Korea, termasuk sistem pendidikan yang menekankan pembelajaran menghapal dan gaya kepemimpinan otoriter. 

Dia lantas menyerukan reformasi radikal. Melalui konsep "manajemen baru" yang diusungnya, Samsung berkeras agar para bawahan tak segan menunjukkan kesalahan atasan mereka. Dia juga menekankan kualitas produk daripada kuantitas, mempromosikan perempuan ke jajaran eksekutif senior, dan mencegah praktik birokrasi. 

Editor: Handoyo .