BPH Migas turunkan iuran pengangkutan BBM & Gas Bumi, ini tanggapan badan usaha...



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk hilir minyak dan gas (migas) resmi turun. Hal ini tertuang dalam PP No. 48 Tahun 2019 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.

Komite BPH Migas Sumihar Panjaitan mengatakan, PP No. 48 Tahun 2019 merupakan pengganti dari peraturan serupa yang lama yakni PP No. 1 Tahun 2006. Masa edar PP No. 1 Tahun 2006 berakhir pada 6 September lalu. Lantas, per 7 September kemarin beleid terbaru mulai berlaku.

Baca Juga: BPH Migas rencanakan lelang Wilayah Jaringan Distribusi gas di Desember


Poin penting dalam PP No. 48 Tahun 2019 adalah penurunan tarif PNBP yang berasal dari iuran badan usaha yang menjalankan kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa mengalami rata-rata penurunan sebesar 18,75%.

Aturan ini mengubah mekanisme pembayaran iuran. Sebelumnya, pembayaran iuran didasari oleh perkiraan penyaluran atau pengangkutan BBM dan gas bumi. Sekarang iuran dibayar berdasarkan realisasi yang dihitung berdasarkan self assessment.

Lebih jauh, untuk persentase tarif iuran volume penjualan BBM sampai dengan 25 juta kiloliter turun dari 0,3% menjadi 0,25%. Sedangkan iuran untuk volume penjualan BBM di rentang 25 juta sampai 50 juta kiloliter turun dari 0,2% menjadi 0,175%.

Sementara itu, pengangkutan gas bumi dengan volume sampai 100 juta MSCF mengalami penurunan tarif iuran dari 3% menjadi 2,5%. Adapun iuran untuk pengangkutan gas bumi dengan volume di atas 100 juta MSCF turun dari 2% menjadi 1,5%.

Di samping itu, tarif iuran untuk pengangkutan niaga gas bumi melalui pipa turun dari 0,3% menjadi 0,25%.

Baca Juga: Temui Menteri ESDM, Menteri BUMN Erick Thohir bahas sinergi dua kementerian

Sumihar menyampaikan, usulan pembuatan PP No. 48 Tahun 2019 sebenarnya telah bergulir sejak tahun lalu. Pihak BPH Migas telah berkali-kali mensosialisasikan dan berkomunikasi dengan badan usaha terkait untuk pembuatan peraturan tersebut.

“Proses penetapan PP No. 48 Tahun 2019 cukup lama karena harus lewat persetujuan Kementerian ESDM, Kemenkeu, Kemenkumham, sampai sekretariat negara,” ujar dia kepada Kontan, Kamis (31/10).

Editor: Azis Husaini