Bukti baru, China langgar HAM dengan program kerja paksa terhadap 500.000 orang ini



KONTAN.CO.ID - Canberra. Dugaan China melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kembali muncul. China dituduh melanggar HAM karena melakukan kerja paksa skala besar di Tibet. Sebelumnya, China sudah dituding Amerika Serikat dan Inggris melanggar HAM atas kaum muslim di Uighur.

Tuduhan terbaru disampaikan seorang antropolog Jerman, Dr Adrian Zenz. Ia mengklaim mempunyai bukti baru tentang program kerja paksa berskala besar di Tibet yang diterapkan oleh pemerintah China.

Melansir Sydney Morning Herald, Selasa (22/9/2020), China dilaporkan telah memaksa lebih dari 500.000 pekerja Tibet di pedesaan dalam pusat pelatihan yang dibangun sejak 7 bulan pertama tahun ini. Program itu mencerminkan apa yang diduga terjadi juga di Xinjiang barat. Penelitian Dr Zenz itu dianggap berperan penting dalam meningkatkan profil keamanan dan penahanan massal warga Uighur di provinsi Xinjiang.


Menurut laporan antropolog itu dalam situs web penelitian The Jamestown Foundation, pada tahun 2019 dan 2020, wilayah Otonomi Tibet (TAR) memperkenalkan kebijakan-kebijakan baru untuk mempromosikan sistematisasi, pemusatan dan pelatihan berskala besar serta pengiriman "rural surplus labour" ke bagian lain dari TAR termasuk ke provinsi-provinsi di Republik Rakyat China lainnya.

Baca juga: Buruan daftar, lelang mobil mewah rampasan KPK ditutup Rabu (23/9), ada Toyota Crown

Rural surplus labour memaknai bahwa para pekerja paksa yang dikirim melakukan pekerjaan yang lebih atau di luar dari apa yang seharusnya mereka kerjakan. Hanya dalam waktu 7 bulan sejak awal tahun, kebijakan itu telah membuat setengah juta orang dilatih sebagai bagian dari proyek, angka itu sekitar 15 persen dari populasi wilayah Tibet.

Dari total itu, sebanyak hampir 50.000 pekerja dipekerjakan di dalam wilayah Tibet, sementara ribuan orang lainnya dikirim ke bagian lain di China. Banyak dari mereka yang berakhir dengan gaji rendah, termasuk mereka yang bekerja di bidang produksi tekstil, konstruksi dan pertanian.

Skema kebijakan ini mencakup semua orang Tibet dari segala usia, mencakup seluruh wilayah dan program ini berbeda dari pelatihan kejuruan koersif pelajar menengah dan orang dewasa muda yang dilaporkan oleh narasumber Tibet di pengasingan.

Penelitian juga mengatakan bahwa kamp pekerja paksa itu dilengkapi dengan indoktrinasi yang dipaksakan, pengawasan, dan sanksi berat bagi yang gagal memenuhi kuota pengiriman tenaga kerja.

Editor: Adi Wikanto