KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi meluncurkan bursa minyak kelapa sawit (
crude palm oil/CPO). Adapun peluncuran bursa CPO ini untuk kedaulatan perdagangan CPO di Indonesia. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan, tujuan dibentuknya bursa CPO agar Indonesia memiliki harga acuannya sendiri. Namun, ia menegaskan bahwa peluncuran ini bukan untuk berkompetisi bursa CPO di Malaysia ataupun Belanda yang menjadi harga acuan dunia saat ini. Ia menyebut, justru pihaknya bertujuan untuk berkolaborasi, khususnya dengan Malaysia. Sebab, pasar sawit mengalami tantangan terkait UU deforestasi Undang-undang (UU) Antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).
"Kami berkolaborasi di sana untuk menantang itu, jadi bukan berkompetisi. Sederhananya, Indonesia butuh harga referensi sendiri," ujarnya di Jakarta, Jumat (13/10).
Baca Juga: Bursa CPO Diresmikan, Begini Target Pemerintah Lalu, bagaimana harga bisa terbentuk melalui bursa CPO? Didid menerangkan, melalui bursa CPO para penjual dan pembeli akan saling bertemu. Dari sana, akan terbentuk
price discovery. Namun, di sisi lain ia mengakui bahwa untuk saat ini dengan anggota bursa CPO baru 18 perusahaan maka volume transaksi belum akan memadai, sehingga
price discovery belum akan kredibel. Karenanya, ia juga berharap semakin banyak perusahaan yang bergabung sehingga
price discovery bisa menjadi kredibel dan bisa menjadi acuan (
price reference). "Nah, saat sudah menjadi
price reference itulah harga itu bisa untuk pengambilan keputusan yang lain, seperti untuk pajak ataupun menentukan harga tandan buah segar (TBS) di hulu," terangnya. Untuk itu, Didid menyebut telah berupaya bertemu dengan pihak Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Ia menyebut mendapatkan dukungan untuk bursa CPO, tetapi juga meminta adanya insentif pajak. "Mereka mendukung dan meminta insentif pajak, makanya saya akan bicarakan dengan Kementerian Keuangan sekaligus memberikan kajiannya. Namun, kajian juga harus berdasar yang sudah berjalan sehingga belum bisa memberikan kajian yang riil, sehingga insentif dan sebagainya akan kami sampaikan di depan," katanya. CEO ICDX Group Nursalam juga sepakat bahwa tantangan pada bursa CPO bukan pada hal teknis, melainkan kolaborasi para perusahaan. Secara teknis, ia menyebut persiapan ICDX sudah baik lantaran pihaknya telah meluncurkan kontrak CPO pada Mei 2010 sebagai sarana
hedging bagi pelaku pasar CPO Indonesia.
Baca Juga: Bursa CPO Diprediksi Bisa Jadi Sentimen Positif Kinerja Emitennya Ia berharap dengan pembentukan bursa CPO ini, patokan ekspor Indonesia berasal dari bursa CPO. Maklum, sejak Juli 2013 harga
settlement kontrak CPO ICDX telah digunakan dalam formula penetapan harga patokan ekspor (HPE) dengan pembobotan sebesar 60%, dan sisanya BMD 20% & CIF Rotterdam 20%. Untuk bursa CPO, mekanisme transaksi dimulai dari jaminan transaksi atau jaminan dari penjual dan pembeli berupa
cash atau surat berharga yang belum diserahkan ke Lembaga Kliring sebelum bertransaksi. Setelahnya berlanjut pada
bid & offer, yang mana permintaan pembeli terdiri dari harga dan jumlah lot. "Tiap 1 lot berisikan 25 ton CPO dengan
tick size Rp 5 per kilogram," terangnya.
Editor: Tendi Mahadi