Cek Rekomendasi Saham Defensif di Tengah Alarm Pelemahan Ekonomi dan Koreksi IHSG



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham berkategori defensif berpotensi kembali unjuk gigi ketika alarm industri dan ekonomi mulai berdering. Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia kembali terkontraksi ketika ekonomi mengalami deflasi.

S&P Global mencatat PMI Indonesia bulan Agustus 2024 berada di level 48,9 atau turun 0,4 poin dari bulan sebelumnya di 49,3. Artinya, dua bulan beruntun industri manufaktur nasional berada di bawah level 50 alias di zona kontraksi.

Sementara itu, inflasi bulan Agustus berada di level 2,12% secara tahunan, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,06. IHK mengalami deflasi selama empat bulan beruntun, dengan tingkat deflasi 0,03% secara bulanan pada Agustus 2024.


Baca Juga: BBCA dan BRIS Teratas, Simak Saham yang Banyak Dijual Asing, Senin (2/9)

Di tengah kondisi itu, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai melambat usai menanjak dalam sebulan terakhir. Pada awal Selasa (3/9) IHSG sempat kembali menembus rekor tertinggi (all time high) di level 7.726,66. Namun setelah itu IHSG terjun 1,01% ke level 7.616,52.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengamati ketika pasar sedang bullish, biasanya performa saham berkategori defensif cenderung tertinggal. Lantaran sering kurang diperhatikan oleh mayoritas investor yang ingin memanfaatkan euforia penguatan pasar.

Namun hal itu justru bisa menjadi momentum untuk melirik saham defensif yang sedang sepi peminat. Apalagi ketika ekonomi menunjukkan indikasi yang mulai melandai, saham defensif akan kembali punya daya tarik di mata investor.

"Strategi investasi untuk saham defensif cenderung jangka panjang. Untuk dapat keuntungan yang optimal biasanya masuk ketika saham-saham ini mengalami koreksi dan dilupakan banyak orang," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Selasa (3/9).

Baca Juga: Cek Saham-Saham yang Banyak Dilego Asing Selama Sepekan Terakhir

Analis Panin Sekuritas Andhika Audrey turut melihat saham defensif seperti di sektor konsumen primer belakangan ini bukan menjadi pilihan menarik. Saham di sektor ini lebih sebagai diversifikasi aset bagi investor yang agresif.

Andhika memprediksi prospek sektor konsumen primer masih menantang di sisa tahun 2024. Tapi, ada secercah harapan sektor ini tetap bisa bertahan dengan dorongan dari penyelenggaraan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) Serentak yang berpotensi mendongkrak konsumsi.

Analis Bahana Sekuritas Christine Natasya juga melihat saham barang konsumsi tetap defensif dalam situasi saat ini. Hanya saja, emiten perlu memantapkan strategi efisiensi untuk mendongkrak margin laba.

Katalis positif bisa datang dari stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), terutama bagi emiten yang bahan bakunya banyak berasal dari impor. "Kami juga melihat penguatan rupiah memiliki dampak positif terhadap harga jual sehingga daya beli lebih baik," kata Christine.

Editor: Noverius Laoli