Cerita tragis kematian pria kulit hitam George Floyd di dengkul polisi Minneapolis



KONTAN.CO.ID - MINNEAPOLIS. Kematian pasti akan menghampiri semua makhluk hidup. Tapi, kematian George Floyd, pria kulit hitam Amerika berusia 46 tahun di Minneapolis ini memantik banyak perhatian khalayak. Isu rasial menyeruak hingga banyak tokoh penting hingga publik figur menyuarakan keadilan lewat platform media sosial mereka.  

Seperti dikutip BBC, kasus ini juga sampai menimbulkan banyak protes dijalanan. Kerumunan pemrotes menyesaki tempat-tempat penting seperti di kawasan Gedung Putih. Bahkan kantor polisi sampai dibakar pada malam ketiga demonstrasi atas kematian Floyd. Sejumlah gedung dijarah dan dirusak sebagai aksi protes warga.  

Sejatinya bagaimana George Floyd meninggal?


Laporan lengkap oleh pemeriksa medis daerah belum dirilis. Tetapi pengaduan menyatakan bahwa pemeriksaan post-mortem tidak menemukan bukti "asfiksia traumatis atau pencekikan".

Baca Juga: Eskalasi Aksi Protes di Minneapolis, Markas Polisi Terbakar

Pemeriksa medis mencatat Floyd memiliki masalah jantung. Dan ada kombinasi "efek minuman keras dalam tubuhnya" dan perlakuan ketika dia ditahan oleh petugas "kemungkinan berkontribusi pada kematiannya".

Laporan itu mengatakan, Derek Chauvin, polisi kulit putih berlutut di leher Floyd selama delapan menit dan 46 detik. Hampir tiga menit setelah Floyd menjadi tidak responsif.

Hampir dua menit sebelum dia mengangkat lututnya, petugas lainnya memeriksa denyut nadi tangan kanan Floyd dan mereka tidak dapat menemukannya. Dia dibawa ke Pusat Medis Hennepin dengan ambulans dan dinyatakan meninggal sekitar satu jam kemudian pada hari Senin (25/5).

Chauvin pun telah ditangkap dan didakwa dengan pembunuhan seorang pria kulit hitam tak bersenjata dalam tahanan. Dia dan tiga petugas lainnya juga telah dipecat.

Editor: Rizki Caturini