Cermati Saham Unggulan pada Akhir Juni Saat IHSG Belum Aman di Jalur Menuju 7.000



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali bergerak menguat di awal perdagangan Senin (24/6). Namun, pergerakan IHSG masih rawan naik-turun, berfluktuasi dalam rentang area 6.870 - 6.911.

Memasuki pekan terakhir di semester I-2024, IHSG memupuk harapan untuk bergerak menanjak kembali menembus level 7.000. Asa itu tumbuh usai IHSG mampu melonjak 145,14 poin atau naik 2,16% sepanjang pekan lalu.

Hanya saja, meski berbalik naik pada pekan lalu, tapi posisi IHSG di zona hijau belum sepenuhnya aman. Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto mengamati arah IHSG memang menguat, namun belum bisa dikatakan sepenuhnya reversal karena masih berada di bawah level psikologis 7.000.


Baca Juga: IHSG Dibuka Menguat Pada Senin (24/6) Pagi, BUKA, MBMA, BRIS Jadi Top Gainers LQ45

Artinya, IHSG maupun barisan saham berkapitalisasi pasar besar (big caps) penopang IHSG masih melakukan pengujian resistance. William mencontohkan empat saham big bank yang masih menguji level resistance-nya masing-masing.

Seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pada resistance Rp 9.650, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada resistance Rp 4.600, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) pada resistance Rp 6.275, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) pada resistance Rp 5.000. 

Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih sepakat, rebound IHSG masih belum sepenuhnya terkonfirmasi. Ratih menyoroti sisi lain dari langkah Bank Indonesia (BI) menahan BI-Rate pada level 6,25%. Level suku bunga acuan ini yang dapat membawa nilai tukar rupiah semakin tertekan.

Adapun, IHSG sudah menembus level Rp 16.458 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jum'at (21/6). Sedangkan di awal perdagangan pekan ini kurs rupiah berada di level Rp 16.420 per dolar AS.

Baca Juga: IHSG Menguat, Intip Saham-Saham Favorit Asing Selama Sepekan Terakhir

Ratih bilang, depresiasi nilai tukar rupiah akan berdampak negatif bagi beberapa emiten dengan risiko nilai tukar yang tinggi. Meskipun menggunakan hedging, emiten tetap harus membayar premi dan membukukan kerugian selisih kurs jika nilai tukar rupiah tidak mencapai strike price yang ditentukan.

"Melemahnya nilai tukar rupiah dan iklim suku bunga tinggi juga berdampak negatif bagi sektor perbankan. Misalnya, minimnya likuiditas dan kualitas aset yang memburuk," terang Ratih.

Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengamini, dari penguatan pekan lalu IHSG belum sepenuhnya menjadi konfirmasi pembalikkan arah (bullish). Pelemahan nilai tukar rupiah menjadi katalis yang penting. Faktor selanjutnya adalah posisi investor asing, dimana secara year to date masih mengakumulasi jual bersih (net sell).

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham BMRI, MAHA, MBMA, dan SIDO untuk Senin (24/6)

Terkait posisi investor asing ini, arah suku bunga acuan The Fed akan menjadi katalis yang penting. Bank sentral AS tersebut diprediksi hanya akan sekali melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada kuartal IV-2024.

"Masih akan sulit mendorong investor asing masuk kembali. Akan tetapi, jika sudah mulai terjadi pemangkasan suku bunga kami melihat investor asing akan kembali mencari alternatif investasi dengan return yang lebih tinggi lagi dan salah satunya dapat masuk kembali ke IHSG," terang Audi.

Editor: Noverius Laoli