Dampak tapering dinilai minim, yield SBN masih berpotensi menuju 6% pada akhir tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat tertekan pada tiga bulan pertama tahun ini, pasar obligasi Indonesia membaik sepanjang kuartal kedua 2021. Merujuk data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), total return obligasi negara tercatat sebesar 3,4% pada kuartal kedua 2021.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kuartal pertama 2021. Total return obligasi negara justru -2,4% di kuartal pertama lalu. Dengan kinerja yang lebih baik di kuartal kedua2021, dus secara year to date (per 29 Juni), total return obligasi negara menjadi 1% pada semester pertama ini. 

Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menjelaskan, perbaikan sentimen global datang dari penurunan yield US Treasury dan indeks dolar Amerika Serikat (AS). Keduanya dinilai punya peranan penting dalam aliran dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi Indonesia. Adapun, pada kuartal kedua 2021, investor asing mencatatkan net buy SBN sebesar Rp 23 triliun, berbanding terbalik dari kuartal pertama yang justru net sell Rp 22 triliun. 


Namun, memasuki paruh kedua tahun ini, berkembang ekspektasi bahwa The Fed akan melakukan normalisasi suku bunga seiring kondisi ekonomi AS yang mulai pulih. Walau begitu, Handy menilai tapering quantitative easing tersebut belum akan terjadi pada tahun ini. 

Baca Juga: Investasi Obligasi SBR-010 Bermodal Mulai Rp 1 Juta, Takar Plus Minusnya

“The Fed memang merevisi outlook PDB terus membaik tahun ini, tetapi proyeksi pengangguran masih relatif tinggi dan tingginya inflasi diperkirakan hanya sementara. Hal ini akan membuat The Fed mempertahankan suku bunga tetap rendah hingga 2022,” ujar Handy.

Senada, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga meyakini hal itu urung terjadi tahun ini. Hanya saja, sentimen ekspektasi normalisasi tersebut akan berdampak negatif bagi pasar obligasi Indonesia dalam jangka pendek ini. 

Pasalnya, sentimen tersebut berpotensi memengaruhi pergerakan yield US Treasury yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan volatilitas. Wawan menilai hal ini akan membuat yield SBN ikut bergerak volatile yang pada akhirnya akan membuat investor domestik menahan diri terlebih dahulu.

“Jadi ketimbang kenaikan suku bunga acuan AS, The Fed lebih mungkin untuk melakukan tapering dengan mengurangi pembelian obligasi. Tapi ini seharusnya dampaknya minim, karena porsi asing di SBN sudah jauh berkurang, ditambah lagi likuiditas dalam negeri yang berlimpah dan posisi investor domestik yang kuat bisa mengurangi dampaknya,” imbuh Wawan. 

Baca Juga: Investor diramal masih akan masuk ke tenor pendek pada lelang sukuk Selasa (29/6)

Editor: Wahyu T.Rahmawati