Dana ketahanan cadangan minerba diusulkan 5% dari profit atau 1% revenue perusahaan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bakal menelurkan aturan terkait Dana Ketahanan Cadangan (DKC) mineral dan batubara (minerba). Kebijakan itu menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menggenjot investasi dan aktivitas eksplorasi yang realisasinya masih mini.

Kewajiban tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Minerba, dan akan diregulasi lebih rinci pada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan UU Minerba, beserta aturan turunannya.

Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengusulkan dana ketahanan cadangan tersebut dipatok dari besaran laba (profit) atau pendapatan perusahaan (revenue).  Ketua IAGI Sukmandaru Prihatmoko menyampaikan, pihaknya mengusulkan DKC ditentukan sebesar 5% dari profit atau 1% dari revenue.


Namun, ketentuan tersebut belum diputuskan dan masih dalam pembahasan pemerintah. "DKC harus diperjelas maksud dan tujuannya di PP dan regulasi turunannya. Untuk besarannya, IAGI mengusulkan 5% dari profit atau 1% dari revenue," ungkap Sukmandaru saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (18/9).

Nantinya, Sukmandaru menekankan PP dan aturan turunannnya harus mengatur secara detail mengenai besaran DKC yang diwajibkan dan kejelasan terkait penggunaan dana tersebut. Misalnya, apakah DKC tersebut ditujukan untuk melakukan eksplorasi di dalam area Izin Usaha Pertambangan (IUP), untuk area IUP perluasan, atau untuk sterilisasi area sebelum menambang. "Atau untuk pekerjaan optimasi sumber daya menjadi cadangan, atau eksplorasi di luar area IUP," sebutnya.

Baca Juga: Semacam pajak carbon, RUU EBT bakal wajibkan badan usaha miliki standar portofolio ET

Adanya DKC ini, sambung Sukmandaru, semestinya lebih memastikan bahwa area dalam wilayah IUP eksisting dapat dieksplorasi sepenuhnya dan sumber daya yang ada harus dioptimalkan pemanfaatannya. Alhasil, kewajiban DKC ini diharapkan bisa efektif untuk bisa menggenjot eksplorasi secara optimal, yang saat ini masih terbilang mandek.

Pasalnya, selama ini eksplorasi lanjutan untuk menemukan sumber daya atau cadangan tambahan diserahkan kepada masing-masing prusahaan melalui mekanisme Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

"Concern kami adalah bagaimana UU (minerba) baru ini bisa dijalankan, atraktif untuk investor dan menguntungkan untuk negara. Sudah lama kegiatan eksplorasi tidak jalan. Jadi petunjuk pelaksanaan dan teknis di PP dan regulasi dibawahnya harus clear," pungkas Sukmandaru.

Sementara itu, pelaku usaha pertambangan masih menunggu detail aturan terkait DKC dan eksplorasi lanjutan.  Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, kewajiban tersebut memang dapat mendukung konservasi cadangan minerba di Indonesia, sekaligus diharapkan menarik minat investasi dalam kegiatan eksplorasi tambang.

"Kami harapkan kegiatan eksplorasi bisa lebih bergairah. Kami belum tahu detail pelaksanaan aturan soal DKC, namun karena sudah ditetapkan di UU, jadi wajib menghormati dan mematuhi, kami menunggu aturan pelaksanannya" kata Hendra kepada Kontan.co.id, Jum'at (18/9).

Senada, Chief Financial Officer PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Bernardus Irmanto pun menunggu detail aturan mengenai wajib eksplorasi lanjutan dan DKC. Meski masih enggan mengomentari lebih jauh mengenai kewajiban tersebut, yang jelas Bernardus menyampaikan bahwa pihaknya tidak melihat pengaturan terkait eksplorasi itu sebagai beban bagi perusahaan.

"Kami perlu mempelajari lebih lanjut tentang DKC ini. Tapi Vale tidak melihat eksplorasi sebagai beban, karena memang sangat penting untuk menunjang keberlanjutan usaha," sebutnya.

Editor: Handoyo .