Dana PEN bikin DPK bank Himbara dan bank daerah melambung



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penempatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) oleh pemerintah ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), dan bank daerah turut mendongkrak penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) kedua bank. Hal berbeda terjadi di bank swasta, campuran, maupun asing. 

Dari catatan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Juni 2020, bank pelat merah mencatat pertumbuhan DPK 3,7% dibandingkan bulan sebelumnya, sementara bank daerah tumbuh 3,5%. Adapun bank swasta nasional pertumbuhannya -0,5%, bank campuran -6,3%, dan bank asing melorot -0,7%. 

Baca Juga: Hadirkan pembayaran melalui QR Code, Indomobil Finance gandeng Bank Maybank


Pertumbuhan serupa juga terjadi jika dibandingkan akhir kuartal I-2020 atau pada Maret 2020. Bank BUMN tumbuh 4,1%, bank daerah tumbuh 5,4%, kemudian bank swasta nasional -1,6%, bank campuran 7,5%, dan bank asing -14,6%. 

Meskipun pertumbuhan DPK melambat sejumlah bankir mengaku kondisi likuiditas sejatinya masih terjaga, maklum ekspansi kredit juga tertahan selama pandemi. Di sisi lain mereka juga mengaku belum tertarik buat memanfaatkan penempatan dana PEN.

Asal tahu, via PP 43/2020, dana PEN kini tak terbatas bisa ditempatkan pada 15 bank beraset terbesar. Sepanjang menyandang status sehat, dan mayoritas dimiliki lokal, bank bisa mengajukan dana PEN. 

PT Bank BNI Syariah misalnya turut mengalami penurunan DPK 2,71% dari Rp 44,85 triliun pada kuartal I-2020 menjadi Rp 43,64 triliun pada akhir Juni 2020. Meski demikian, Direktur Keuangan dan Operasional BNI Syariah Wahyu Acianto bilang, likuiditas perseroan masih sangat mencukupi. 

Baca Juga: Gara-gara corona, bank makin sulit pulihkan kredit hapus buku

“Likuiditas kami saat ini masih dalam posisi yang longgar dengan FDR di kisaran 71%. Saat ini fokus kami untuk memperbaiki kualitas pembiayaan serta menjaga biaya dana,” katanya.

Alasannya disebut Wahyu karena pertumbuhan pembiayaan perseroan cukup terganggu akibat pandemi. Sepanjang semester I-2020, pertumbuhan pembiayaan perseroan juga tercatat masih negatif 3,87% (ytd), dari Rp 32,64 triliun akhir tahun lalu menjadi Rp 31,38 triliun. 

Editor: Tendi Mahadi