Dana Rp 1,32 Triliun Tertahan, Lender Dana Syariah Indonesia Minta Penjelasan



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Fintech peer to peer (P2P) lending berbasis syariah PT Dana Syariah Indonesia (DSI) masih menghadapi persoalan tertundanya pengembalian dana pokok maupun pembayaran imbal hasil kepada para lender.

Di tengah upaya penyelesaian, perbedaan pandangan antara manajemen DSI dan Paguyuban Lender DSI terkait keterbukaan data penyaluran pembiayaan mencuat ke permukaan.

Paguyuban Lender DSI menilai hingga kini manajemen DSI belum membeberkan informasi rinci mengenai penggunaan dana dan posisi terakhir pendanaan.


Padahal, kewajiban keterbukaan informasi kepada lender telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40 Tahun 2024.

Baca Juga: Danamon Pacu Transaksi Digital, D-Bank PRO Tumbuh 35% hingga September 2025

Pengurus Paguyuban Lender DSI, Bayu, menjelaskan bahwa Pasal 144 POJK 40/2024 mewajibkan penyelenggara fintech lending menyediakan akses bagi lender untuk mengunduh perjanjian pelaksanaan serta memberikan informasi terkait penggunaan dana.

Adapun informasi tersebut paling sedikit mencakup posisi akhir pendanaan, tujuan penggunaan dana, manfaat ekonomi pendanaan, serta jangka waktu pendanaan.

“Ketentuan ini jelas mewajibkan DSI sebagai penyelenggara untuk memberikan akses informasi kepada lender. Karena itu, kami meminta posisi terakhir pendanaan yang benar-benar disalurkan ke proyek, berikut tujuan penggunaan dana yang nyata dan jujur,” ujar Bayu kepada Kontan.co.id, Rabu (17/12/2025).

Bayu juga menegaskan, pihaknya meminta agar DSI mengungkapkan penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukan atau menyimpang, apabila memang terjadi.

Menurutnya, pemenuhan permintaan data tersebut bukanlah perbuatan yang dilarang hukum maupun melanggar ketentuan perundang-undangan.

Ia menilai, sepanjang dilakukan sesuai regulasi, DSI tidak akan dikenai sanksi oleh otoritas hanya karena membuka data kepada lender.

Terlebih, anggota paguyuban telah terikat pernyataan kerahasiaan berdasarkan notulen kesepakatan bersama yang ditandatangani pada 29 November 2025.

Baca Juga: Skema Cicilan Tadpole Dinilai Merugikan Konsumen

Bayu menambahkan, keterbukaan data merupakan bentuk itikad baik DSI dalam melaksanakan kesepakatan yang telah dicapai pada 18 November dan 29 November 2025.

Ia menekankan, komitmen penyampaian informasi seharusnya menjadi prioritas utama, melampaui alasan operasional apa pun.

Paguyuban Lender DSI pun mendesak agar data pendanaan diserahkan paling lambat 19 Desember 2025, tanpa harus menunggu pelaksanaan pertemuan daring.

“Data tersebut penting sebagai dasar analisis dan penilaian kelayakan untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah ada, sekaligus sebagai persiapan sebelum pertemuan lanjutan,” kata Bayu.

Lebih lanjut, Bayu menyebut permintaan data diperlukan untuk melakukan verifikasi serta menyusun strategi pengembalian dana yang komprehensif, akuntabel, dan feasible sesuai komitmen DSI.

Menurutnya, pembatasan informasi yang berlebihan justru berpotensi menimbulkan kecurigaan dan menghambat pemulihan kepercayaan antara DSI dan para lender.

Berdasarkan data Paguyuban Lender DSI, dana tertahan dan telah terverifikasi hingga 15 Desember 2025 mencapai Rp 1,32 triliun.

Baca Juga: BTN Gandeng PPATK Gelar Program Renovasi Rumah Rakyat