Data transfer pricing akan ditelusuri aparat pajak



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mewajibkan perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk menyusun dan menyerahkan Dokumen Penetapan Harga Transfer (transfer pricing documentation/TP Doc) sesuai dengan kebijakan pelaporan yang baru.

Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan International DJP Achmad Amin mengatakan, dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membuat TP Doc ini, perusahaan harus lebih berhati-hati, terutama yang sudah membuat Surat Pernyataan Harta (SPH) dan belum melaporkan seluruh aset maupun investasinya.

“Country by Country Report (CbCR) dan master file bisa jadi sumber informasi, artinya harus hati-hati perusahaan yang sudah buat SPH,” kata Achmad saat ditemui pekan lalu.


Lebih lanjut, Direktur Perpajakan Internasional DJP, Poltak Maruli John Hutagaol mengatakan bahwa TP Documentation yang terdiri dari Local File, Master File dan CbC Report merupakan media yang digunakan WP untuk menjelaskan bahwa harga yang terbentuk dalam transaksi hubungan istimewa dengan entitas induk atau entitas lainnya dalam satu grup

“Harus mencerminkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length price),” katanya kepada KONTAN, Jumat (17/2).

Acmad melanjutkan, apabila seandainya dari CbCR dan master file yang menjadi bagian dari TP Doc ini otoritas pajak menemukan ada aset atau investasi yang tidak ada dalam SPH, maka Wajib Pajak (WP) akan dikenakan sanksi Pasal 18 UU Tax Amnesty.

Pasal 18 UU Tax Amnesty mengingatkan para Wajib Pajak yang mendapat surat keterangan dan peringatan atas harta yang belum dilaporkan. Jika tidak melaporkan, Ditjen Pajak akan mengenakan tarif Pajak Penghasilan karena harta tersebut dihitung sebagai tambahan penghasilan, plus sanksi 200% dari PPh yang tidak dibayar tersebut.

“Jadi, mereka harus aware soal itu. Transparansi adalah hal yang utama dalam prinsip amnesti pajak dan TP Doc,” ucapnya.

Achmad menjelaskan, TP Doc dengan amnesti pajak memang bisa beririsan. Contohnya bagi perusahaan di Indonesia yang memiliki anak-anak perusahaan di negara-negara suaka pajak atau tax haven.

“Sebagai perusahaan induk yang punya anak perusahaan seperti di British Virgin Island, misalnya, yang selama ini DJP tidak pernah tahu, tahunya baru dari amnesti pajak. Ini akan muncul di master file karena master file akan masuk struktur grup,” jelasnya.

Dengan demikian, perusahaan Indonesia yang menjadi induk tadi seharusnya inline SPH-nya bahwa berinvestasi di sana dengan struktur grup yang dituangkan dalam master file tersebut.

Editor: Yudho Winarto