Dinilai cacat proses dan substansi, sejumlah kalangan akan gugat UU Minerba ke MK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR telah mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba, dalam Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5). Dengan begitu, rezim hukum pengelolaan pertambangan minerba di Indonesia telah memasuki babak baru. Sayangnya, polemik lama belum juga usai.

Sejumlah kalangan mengkritik pengesahan perubahan UU minerba lantaran dinilai bermasalah baik secara proses pembahasan maupun substansi. Gelombang penolakan itu akan membawa pengesahan revisi UU minerba untuk digugat ke Mahkamah Konstiusi (MK).

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menyatakan, pengesahan revisi UU Minerba cacat baik dari segi formalitas maupun substansi. Menurut Redi, proses revisi UU Minerba tidak memenuhi kriteria carry over atau pembahasan yang dapat dilanjutkan dari DPR periode 2014-2019 ke 2019-2024. Juga, tidak dilbatkannya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari awal pembahasan.


Baca Juga: Ini poin-poin penting dalam UU Minerba yang baru disahkan

Secara substansi, Redi menyebutkan, sejumlah pengaturan yang dinilainya bermasalah. Antara lain soal jaminan perpanjangan izin, khususnya untuk Kontrakk Karya (KK) dan PKP2B serta perubahan statusnya menjadi IUPK.

Selain itu, terkait perizinan usaha minerba yang dinilai sentralistik, serta soal pengolahan dan pemurnian. Redi pun menilai, revisi UU minerba tidak menempatkan prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam pengusahaan KK dan PKP2B.

"Sudah ada beberapa tokoh yang siap mengajukan diri sebagai pemohon uji materiil UU Minerba 2020 ke MK. Begitu sudah di tandatangan presiden dan diundangkan oleh Menkumham, langsung kami daftarkan ke MK," kata Redi kepada Kontan.co.id, Rabu (13/5).

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso. Menurutnya, UU Minerba baru ini tidak meniupkan angin segar untuk tata kelola pertambangan di Indonesia, kecuali bagi para pemegang KK dan PKP2B perpanjangan.

Budi pun menyoroti adanya jaminan perpanjangan izin dan juga soal luas wilayah. Ia mempersoalkan penggantian klausula "dapat diperpanjang" dalam UU No.4/2009 yang diubah menjadi "dijamin". Di sisi lain, Budi juga berpandangan bahwa UU minerba baru ini belum bisa menjawab hambatan dan kesulitan untuk meningkatkan eksplorasi, hilirisasi dan juga menjaga iklim investasi tambang minerba.

"Kami dengan beberapa kolega akan melakukan judicial review, dan sedang menyiapkan materi dan dokumen pendukungnya. Banyak cacat prosedur yang dilakukan dan tidak hanya cacat substansi," kata Budi.

Baca Juga: Karpet merah BUMN di bisnis pertambangan mineral dan batubara

Editor: Khomarul Hidayat