KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) kembali menunjukkan keperkasaannya. Indeks dolar AS mencapai level tertinggi tahun 2023 di 105,49 pada Jumat (22/9). Pada bulan September 2023 ini, dolar AS juga menguat terhadap hampir semua mata uang. Berdasarkan data Bloomberg dan Samuel Sekuritas Indonesia Research, secara
month to date (MtD) sampai dengan Kamis (21/9), GBP/USD mencatatkan pelemahan terbesar, yakni sebesar 3% ke 1,23. Kemudian EUR/USD melemah 1,7% ke 1,07 dan AUD-USD melemah 1% ke 0,64. Dolar AS juga menguat terhadap mata uang Asia. Secara MtD hingga tanggal yang sama, USD/JPY menguat 1,4% ke 147,6, USD/SGD menguat 1,1% ke 1,37, USD/IDR menguat 1% ke 15.375, dan USD/MYR menguat 1,2% ke 4,69.
Sementara itu, penguatan USD lebih tipis terhadap mata uang China dan India. Secara MtD, USD/CNY hanya menguat 0,7% ke 7,31 dan USD/INR menguat 0,4% ke 83,1.
Baca Juga: Rupiah Melemah 0,3% Dalam Sepekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, kenaikan indeks USD ke level tertinggi terjadi setelah bank sentral AS The Fed mengisyaratkan ruang kenaikan suku bunga masih terbuka ke depan. Sementara itu, ekonomi AS terus menunjukkan penguatan dengan klaim pengangguran mingguan turun menjadi 201.000 pekan lalu, level terendah sejak Januari 2023 dan di bawah perkiraan yang sebesar 225.000. Berdasarkan Fed Guidance yang dihimpun dari CME Group Fedwatch Tool terakhir pada September 2023, Fed Fund Rate (FFR) masih akan tetap sebesar 5,50% sebagai
terminal rate-nya pada tahun ini. Namun, The Fed mengindikasikan masih akan menaikkan suku bunganya satu kali lagi menjelang akhir 2023 menuju level 5,75%. "Perkembangan ini masih membuat posisi USD relatif lebih kuat dibanding beberapa mata uang," ucap Reny saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/9). Lebih lanjut, pelemahan JPY disebabkan oleh langkah Bank of Japan yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga jangka pendek utamanya di level minus 0,1%. Selain itu, EUR melemah menyusul keputusan European Central Bank (ECB) yang menaikkan suku bunga ECB sebesar 25 bps. Mata uang GBP juga sempat melemah ke level terendahnya sejak Maret 2023. Hal ini terjadi setelah Bank of England (BoE) memutuskan untuk mempertahankan suku bunganya tidak berubah. Meskipun begitu, Macro Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi melihat, pelemahan mata uang Indonesia dan Malaysia cenderung lebih terbatas. Pasalnya, karena kedua negara tertolong oleh ekspor komoditas.
Baca Juga: Berotot, Rupiah Jisdor Menguat ke Rp 15.383 Per Dolar AS Pada Jumat (22/9) "Apalagi, sejak bulan Agustus 2023, harga komoditas mulai membaik dan menyebabkan surplus neraca dagang kedua negara ikut membaik," tutur Lionel. Pelemahan mata uang USD terhadap CNY dan INR juga cenderung lebih kecil. Hal ini terjadi berkat intervensi besar-besaran dari bank sentral masing-masing negara, yakni People's Bank of China (PBOC) dan Reserve Bank of India (RBI). Untuk jangka pendek, Reny melihat voatilitas mata uang masih tinggi dengan kecenderungan USD menguat seiring dengan ketidakpastian di pasar. Saat ini, tekanan pasar didominasi oleh faktor eksternal, terutama kebijakan The Fed yang tetap
hawkish. "Dalam jangka pendek, rupiah akan cenderung bergerak di kisaran Rp 15.200-Rp 15.400 per USD dan risiko
capital flight masih akan mempengaruhi pasar domestik," ucap Reny.
Editor: Tendi Mahadi