Ekonom UI sarankan pemerintah fokus injeksi likuiditas ke warga terdampak corona



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah memperluas pemberian insentif perpajakan ke 18 sektor usaha baru. Di dalam sektor ini, ada sekitar 761 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang bisa mendapatkan insentif pajak.

Sama seperti 19 sektor manufaktur sebelumnya, 18 sektor usaha baru ini akan mendapatkan insentif perpajakan berupa berupa Pajak Penghasilan ( PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh Pasal 22 impor dibebaskan selama enam bulan, diskon PPh Pasal 25 sebanyak 30%, serta restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipercepat.

Selain insentif PPh, ada sejumlah sektor yang juga akan mendapatkan insentif dari sisi kepabeanan dan cukai.


Baca Juga: Ditjen Pajak masih belum memberikan kepastian insentif bagi industri pers

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, total anggaran yang disiapkan pemerintah untuk tambahan insentif ke 18 sektor itu adalah sebesar Rp 35,3 triliun. Jumlah ini termasuk dengan pajak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang ditanggung pemerintah selama 4 bulan.

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, dengan penambahan anggaran tersebut pemerintah tidak harus terfokus pada defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

Pasalnya, saat ini fokus pemerintah bukan pada defisit, tetapi pada injeksi likuiditas kepada masyarakat terdampak Covid-19, kredit relaksasi perpajakan, serta insentif bagi dunia usaha.

"Toh itu (defisit) sudah diatur dalam Perppu 1/2020, memang ada risiko tapi saya rasa masih cukup aman," ujar Fithra kepada Kontan.co.id, Rabu (22/4).

Baca Juga: Ekonom Raden Pardede: Tidak bisa kita gunakan resep sama untuk semua penyakit

Fithra melanjutkan, meskipun pemerintah akan tetap melakukan perluasan insentif perpajakan ke depannya, tetapi ini bukan menjadi masalah. Asalkan, semua sektor usaha masih bisa tetap menjalankan usahanya.

Editor: Noverius Laoli