KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam meyakini, tujuan pemerintahan Jokowi melahirkan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) untuk meningkatkan investasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan pekerjaan yang akan mengakomodasi kebutuhan calon pekerja dan pekerja. “Mengapa pemerintah mengeluarkan UU Cipta Kerja? Indonesia butuh investasi sebanyak-banyaknya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Meningkatnya investasi ini juga akan memperbaiki kondisi dunia usaha. Jika dunia usaha membaik, maka akan memberikan manfaat bagi calon pekerja dan pekerja,” kata Piter Abdullah dalam Webinar UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. Menurutnya, saat ini Indonesia sedang berada di puncak bonus demografi. Untuk memanfaatkan bonus demografi, Indonesia harus tumbuh rata-rata 8 % setiap tahun. Sebab, kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa tumbuh dengan sedemikian tinggi, maka tidak bisa disebut bonus demografi, melainkan bencana demografi.
Ekonom: UU Cipta Kerja akomodir kebutuhan calon pekerja dan pekerja
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam meyakini, tujuan pemerintahan Jokowi melahirkan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) untuk meningkatkan investasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan pekerjaan yang akan mengakomodasi kebutuhan calon pekerja dan pekerja. “Mengapa pemerintah mengeluarkan UU Cipta Kerja? Indonesia butuh investasi sebanyak-banyaknya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Meningkatnya investasi ini juga akan memperbaiki kondisi dunia usaha. Jika dunia usaha membaik, maka akan memberikan manfaat bagi calon pekerja dan pekerja,” kata Piter Abdullah dalam Webinar UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. Menurutnya, saat ini Indonesia sedang berada di puncak bonus demografi. Untuk memanfaatkan bonus demografi, Indonesia harus tumbuh rata-rata 8 % setiap tahun. Sebab, kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa tumbuh dengan sedemikian tinggi, maka tidak bisa disebut bonus demografi, melainkan bencana demografi.