Gerakan boikot produk non-Muslim di Malaysia bisa jadi bom waktu



KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Sebuah gerakan yang menyerukan orang-orang Melayu untuk memboikot produk-produk non-Muslim semakin menggema di Malaysia. Melansir South China Morning Post, kampanye berita palsu dan retorika politik terus memicu ketegangan rasial dan agama, sehingga mendorong seorang anggota keluarga kerajaan negara bagian Perak untuk menggambarkan situasi itu sebagai "detak jantung" bom waktu".

Pesan berantai agar mayoritas Muslim Melayu di negara itu memboikot barang yang diproduksi oleh non-Muslim, bahkan yang halal, telah secara aktif dibagikan di Facebook dan grup obrolan WhatsApp. Nama-nama minimarket yang dianggap dimiliki oleh pihak non-Muslim juga terdaftar sebagai tempat yang harus dihindari.

Baca Juga: Sebanyak 11 perusahaan Indonesia masuk daftar 200 perusahaan terbaik di Asia Pasifik


Industri makanan dan minuman halal yang melayani Muslim di Malaysia diperkirakan bernilai 50 miliar hingga 55 miliar ringgit (setara dengan US$ 12 miliar hingga US$ 13,2 miliar) untuk tahun ini.

Ya Kim Leng, seorang profesor ekonomi di Sunway University, menggarisbawahi bahwa jika orang mengikuti panggilan boikot, sektor halal - yang mencakup makanan dan minuman, kosmetik dan produk perawatan kesehatan - yang juga dilayani oleh bisnis non-Muslim, dapat terkena dampak buruk.

Boikot tersebut adalah contoh lain dari ketegangan rasial dan agama yang telah mengganggu koalisi Pakatan Harapan yang berkuasa sejak kemenangannya pada Mei lalu, saat mereka menggulingkan Barisan Nasional dari masa 61 tahun pemerintahannya.

Baca Juga: Tidak hanya China, perusahaan Jepang dan Korea juga enggan lirik Indonesia

Partai terbesar dan paling kuat Barisan Nasional, Organisasi Nasional Melayu Bersatu (Umno), sekarang ada dalam barisan oposisi untuk pertama kalinya sejak dibentuk.

Umno telah bekerja sama dengan Partai Islam se-Malaysia (PAS) untuk menghadapi aliansi Pakatan Harapan Mahathir dari partai-partai Melayu, nasionalis, Islam dan China.

Transformasi lanskap politik Malaysia ini telah ditandai oleh dorongan untuk mengeksploitasi perbedaan etnis dan agama untuk kepentingan pemilu.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie