Harga batubara acuan (HBA) naik 2 bulan beruntun, APBI: Ini sentimen positif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun, Harga Batubara Acuan (HBA) kembali menghangat. Setelah sempat turun beruntun selama 6 bulan, HBA kembali menanjak dalam dua bulan terakhir.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menetapkan HBA November sebesar US$ 55,71 per ton. Angka itu naik 9,23% dibandingan dengan HBA Oktober 2020 yang ditetapkan US$ 51 per ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, kenaikan tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya impor dari China saat memasuki musim dingin. Pelaku usaha batubara pun menyambut baik kenaikan HBA ini.


Baca Juga: Pemulihan Industri di Asia Timur dongkrak HBA November ke US$ 55,71 per ton

"Lebih tepatnya harga mulai rebound karena antara lain demand di musim dingin meningkat, dan impor dari Tiongkok mulai meningkat. Iya, sentimen positif," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Kamis (5/11).

Kendati begitu, Hendra menekankan bahwa kenaikan HBA ini belum bisa dikatakan sepenuhnya pulih ke level tahun 2019. Apalagi, kondisi ekonomi masih diselimuti ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya teratasi.

Pelaku usaha batubara pun berharap permintaan impor batubara dari China bisa terus meningkat. "Tapi saat ini belum bisa dikatakan pulih ke level 2019 karena antara lain uncertainty akibat Pandemi. Kami sangat berharap Tiongkok meningkatkan impor batubaranya dari Indonesia," pungkas Hendra.

Terpisah, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, sinyalemen peningkatan permintaan pasar batubara ikut mendongkrak kenaikan HBA. Terutama didorong dari pemulihan permintaan dari Asia Timur.

"Sinyalemen positif atas permintaan pasar (batubara) ikut mendongkrak kenaikan HBA di bulan November. Belum lagi meningkatnya permintaan Tiongkok karena tingginya harga batubara domestik China ketimbang harga impor," kata Agung.

Editor: Yudho Winarto