KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara dunia masih mentereng dan hingga kini masih berada di atas level US$ 200 per ton. Membaiknya harga batubara diproyeksi akan memoles kinerja emiten tambang batubara tahun ini. Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya menyebut, realisasi harga batubara biasanya terdapat jeda (lagging) 3 bulan-6 bulan. Sehingga, peningkatan harga yang tinggi selama semester I-2021 baru akan terasa pada laporan semester II-2021. “Jadi sudah dapat dipastikan harga jual rerata (ASP) dari emiten-emiten batubara ini akan terus meningkat di semester II-2021 hingga akhir tahun,” terang Timothy, Jumat (1/10).
Dia memproyeksi harga batubara tahun ini kemungkinan berada di kisaran US$ 200 per ton. Seharusnya peningkatan harga saat ini bisa ditanggulangi sebagian oleh pemerintah China, sehingga harga batubara diperkirakan akan terkoreksi lagi. Tetapi, ada potensi naik lagi jika China tidak bisa menyuplai batubara menjelang musim dingin nanti.
Baca Juga: Window dressing sudah dimulai, simak saham-saham blue chip yang menarik diburu Sentimen terutama datang dari krisis pasokan listrik di China. Pemerintahan China juga ingin mengurangi penggunaan batubara ke depannya, sehingga mereka mengurangi investasi di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan mencoba untuk mengurangi emisi karbon tahun ini.
Akan tetapi, nyatanya suplai tahun ini tidak bisa menunjang kebutuhan listrik yang lebih tinggi dari biasanya karena adanya gelombang panas (heatwave) musim panas kemarin. Pembukaan kembali ekonomi juga memakan banyak penggunaan listrik pada sektor industri yang kinerjanya meningkat sejak awal tahun.
Editor: Yudho Winarto