Harga Komoditas Energi Melonjak, Bagaimana Prospeknya ke Depan?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi tengah berada di jalur positif. Harga minyak dunia, batu bara hingga gas alam melonjak yang disebabkan berbagai kebijakan di antaranya pemangkasan produksi OPEC+ dan meningkatnya aktivitas manufaktur China.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mencermati, pergerakan harga minyak saat ini sedikit datar setelah kenaikan 5% pada pekan lalu. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent telah mencapai titik tertinggi baru pada tahun 2023.

Harga minyak mentah WTI telah menguat di atas US$ 85 per barel pada hari Senin (4/9), yang berada pada level tertinggi dalam lebih dari sembilan bulan. Lonjakan harga minyak didukung oleh ekspektasi bahwa para pemimpin OPEC+ akan memperluas langkah-langkah untuk menjaga pasokan minyak tetap terbatas.


Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan pada hari Kamis pekan lalu, bahwa Rusia sepakat dengan mitra OPEC mengenai parameter pengurangan ekspor yang berkelanjutan. Arab Saudi juga diperkirakan akan memperpanjang pengurangan produksi sukarela sebesar 1 juta barel per hari hingga bulan Oktober.

Baca Juga: Harga Komoditas Energi Bisa Terus Menanjak Hingga Akhir Kuartal Ketiga 2023

Harga juga terangkat prospek ekonomi China sebagai negara importir minyak terbesar di dunia. Dari sisi permintaan, peningkatan aktivitas manufaktur China cukup mengejutkan seperti yang dilaporkan oleh survei swasta sehingga meningkatkan optimisme pada negara tirai bambu tersebut.

“Pemangkasan tambahan secara sukarela yang telah dilakukan oleh Arab Saudi dan Rusia dapat ditarik kapan saja, namun mereka tidak akan terburu-buru melakukannya dan mengambil risiko mendorong harga kembali turun,” jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (5/9).

Sementara kenaikan minyak mentah Brent yang terpangkas hari ini dinilai masih memiliki banyak kekuatan untuk kembali melonjak sampai mendekati level US$ 90 per barel. Sutopo melihat, ada kemungkinan dorongan kuat untuk menembus harga tersebut, yang akan menandakan perubahan signifikan dalam dinamika pasar dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Sutopo menambahkan, kenaikan harga juga terjadi pada komoditas energi lainnya yaitu batu bara. Harga batu bara Newcastle berjangka naik hingga hampir US$ 150 per ton, tertinggi dalam hampir tiga bulan terakhir karena didorong oleh meningkatnya permintaan dari Tiongkok dan kenaikan harga gas alam akibat kemungkinan pemogokan di fasilitas LNG Australia.

Impor batu bara Tiongkok melonjak 67% YoY di bulan Juli dan naik 86% sejak awal tahun ini karena meningkatnya permintaan listrik termal di tengah kekurangan pembangkit listrik tenaga air.

Selain itu, terdapat potensi peningkatan permintaan dari sektor industri dalam beberapa bulan mendatang, didorong oleh komitmen Beijing untuk menerapkan kebijakan stimulus tambahan untuk mendukung perekonomian

Baca Juga: Harga Minyak Tergelincir, Investor Kecewa Aktivitas Ekonomi China yang Lesu

Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa permintaan batubara Tiongkok untuk musim panas tampaknya telah mencapai puncaknya karena suhu biasanya mulai menurun mulai pertengahan Agustus.

Adapun rata-rata produksi batu bara harian Tiongkok turun ke level terendah dalam sembilan bulan karena peningkatan inspeksi keselamatan dan penutupan sementara tambang batu bara menyusul dua kecelakaan fatal di pusat batu bara utama Shanxi pada bulan Juli.

Sementara itu, harga gas alam berjangka AS turun menjadi US$ 2,75 per mmbtu karena peningkatan penyimpanan gas yang lebih besar dari perkiraan minggu lalu dan antisipasi penurunan permintaan dalam beberapa pekan mendatang.

Editor: Tendi Mahadi