Harga minyak dunia dan rupiah lemah, APBN tak kena beban, kenapa?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Naiknya harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah masih akan berdampak positif bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

Beberapa kali dikatakan oleh pemerintah, dari sisi pendapatan negara, meningkatnya harga minyak mentah, melemahnya nilai tukar rupiah, dan stabilnya pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan PPh (Pajak Penghasilan) dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) di sektor minyak.

Hingga 30 April 2018 saja, PNBP mencapai Rp 109,90 triliun atau mencapai 39,90% dari target APBN 2018. Capaian PNBP ini mengalami peningkatan sebesar 21,02% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.


Capaian PNBP tersebut didorong terutama oleh peningkatan harga Indonesian Crude Price (ICP) pada bulan April 2018 menjadi US$ 67,43 per barel dari sebelumnya pada bulan Maret 2018 sebesar US$61,87 per barel.

Sampai bulan April ini, PNBP migas tercatat sebesar Rp 35,3 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sekitar Rp 24 triliun sehingga ada kenaikan sekitar Rp 11,3 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 45,95%

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, berdasarkan hitungannya, ketika harga minyak dunia sudah di atas US$ 60 per barel, biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh.

Namun demikian, yang terjadi bukanlah seperti itu. Sebab, pemerintah menggunakan mekanisme subsidi tetap untuk BBM.

“Kalau subsidinya menggunakan mekanisme subsidi tetap, apa yang disampaikan Kemkeu tersebut betul,” kata Komaidi kepada KONTAN, Minggu (27/5).

Dengan demikian, Komaidi mengatakan, sejauh mekanisme itu yang dipakai oleh pemerintah, maka keadaan ini akan menguntungkan APBN.

"Yang akan terkena beban adalah pelaksana terutama Pertamina. Ini aman karena beban APBN digeser ke Pertamina. Kalau konsisten dan tertib, APBN seharusnya tidak aman,” jelasnya.

Editor: Yudho Winarto