HERO menanggung rugi Rp 1,21 triliun, potret remuknya bisnis ritel di masa pandemi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor ritel menjadi salah satu segmen usaha yang terperosok paling dalam tertimpa dampak pandemi covid-19. Sejumlah perusahaan atau emiten ritel pun mengalami penurunan pendapatan, bahkan menanggung kerugian. 

Terbaru, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) dalam laporan keuangan tahun 2020 mencatatkan penurunan pendapatan bersih yang anjlok 26,99% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 8,89 triliun. Hal itu kemudian membawa HERO menanggung rugi tahun berjalan hingga Rp 1,21 triliun, atau membengkak dibanding tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp 28,22 miliar.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, membengkaknya kerugian yang dialami HERO menggambarkan suramnya industri ritel sepanjang tahun lalu. Dengan adanya pembatasan mobilitas dan penurunan konsumsi masyarakat, pendapatan peritel pun melorot.


Baca Juga: Pendapatan Hero Supermarket (HERO) turun, rugi bersih melonjak jadi Rp 1,21 triliun

Sebaliknya, beban bertambah karena peritel juga harus menerapkan protokol kesehatan termasuk mengeluarkan biaya tambahan untuk pengadaan disinfektan, hand sanitizer serta alat pelindung diri. Selain tetap mengeluarkan biaya rutin seperti sewa dan biaya karyawan.

"Itu gambaran industri ritel, dimana kondisinya memang lemah. Ada covid-19, PSBB ketat, sehingga transaksi berkurang. Namun biaya bertambah, biaya tetap harus berjalan," kata Roy saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (12/3).

Dia memberikan gambaran, dari skala 100 indeks kepercayaan konsumen pada tahun lalu selalu di bawah 70 secara bulanan. Omzet peritel secara umum pun turun drastis. Untuk ritel di segmen pangan, Roy mencatat ada penurunan rerata sebanyak 40%. Sedangkan omzet untuk ritel non-pangan anjlok hingga 60%.

Ditambah lagi, penjualan saat masa bulan ramadan dan lebaran pun merosot parah. Indeks penjualan riil saat momentum itu bahkan minus 20,6% secara tahunan. Roy bilang, itu merupakan titik nadir dalam dua dekade terakhir.

Padahal, momentum ramadan dan lebaran dalam kondisi normal berkontribusi terhadap 40%-45% omzet peritel secara tahunan. "Nggak pernah terjadi dalam dua dekade ini dari industri ritel, minus 20,6% saat puasa dan lebaran. Padahal sebelum pandemi, 40%-45% omzet setahun dari sana," terang Roy.

Editor: Handoyo .