Heru Hidayat menepis dakwaan Jaksa yang menyebut merugikan negara di kasus Jiwasraya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat keberatan atas dakwaan jaksa, karena dianggap terlibat dalam korupsi pengelolaan dana dan investasi Jiwasraya sehingga merugikan negara Rp 16,80 triliun.

Kuasa Hukum Heru, Kresna Hutauruk menyebut, perbuatan terdakwa yang dianggap merugikan negara sebagai suatu yang keliru. Sebab, uang tersebut berasal dari nasabah, bukan uang negara.

"Semua bentuk kerugian keuangan negara harus disebabkan oleh perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum pidana (Wederrechtelijk), bukan disebabkan perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum perdata atau administrasi sehingga surat dakwaan itu tidak cermat," kata Kresna, pekan lalu.


Baca Juga: Benny Tjokro merasa jadi korban ketidakadilan dalam kasus Jiwasraya, kenapa?

Selain itu, surat dakwaan tersebut dinilai tidak menguraikan secara jelas berapa uang yang diperoleh terdakwa sehingga dianggap memperkaya diri, kemudian merugikan negara.

Surat dakwaan itu juga tidak menguraikan secara rinci kesalahan terdakwa apa saja. Hal ini berakibat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak lengkap.

"Jadi tidak diuraikan ada niat jahat dalam proses investasi di Jiwasraya, dan nilai keuntungan yang mana yang dituduhkan dan diperoleh oleh terdakwa. Apakah berasal dari uang negara atau bukan," jelas dia.

Menurutnya, perbuatan yang didakwakan penuntut umum seharusnya dikualifikasi dan dikonstituir dengan Undang-Undang Pasar Modal, bukan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Maka, surat dakwaan harus batal demi hukum.

Dengan begitu, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) juga tidak punya kewenangan melakukan penyidikan terhadap perbuatan terdakwa yang masuk perbuatan di ranah pasar modal

Bukan hanya itu. Ia menilai konstruksi dakwaan keliru dan tidak jelas karena tercermin dalam pengelompokan terdakwa antara Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Joko Hartono Tirto dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan yang telah dituduh melakukan tindak pidana korupsi.

Editor: Yudho Winarto