KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mendorong pemerintah untuk menerapkan modernisasi pertanian. Perubahan paradigma yang mengedepankan teknologi dan riset untuk kesejahteraan petani, menurut Ketua Umum HKTI Moeldoko, harus menjadi budaya petani. "Kami berharap, petani dari waktu ke waktu sudah terbiasa menggunakan teknologi sebagai upaya meningkatkan produksi. Ini sedang kami kerjakan dalam tempo tidak terlalu lama," kata Moeldoko, di penutupan acara Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2018, Sabtu (30/6).
Mekanisasi di seluruh sektor pertanian juga bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil bumi sehingga pertanian Indonesia bisa bersaing di dunia. Menurut Moeldoko, di negara maju, sektor pertanian memiliki kecenderungan menggunakan teknologi tinggi. Setiap benih, bibit, alat dan mesin pertanian selalu ditingkatkan dengan inovasi baru agar hasil buminya meningkat mengimbangi pertumbuhan penduduk. "Saya ingin menyampaikan bahwa negara yang memiliki tingkat kemajuan di pertanian pasti memiliki
high innovation. Petani kita, pertanian Indonesia, hanya bisa berkembang karena teknologi. Sementara ini masyarakat kita masih hampir sebagian tradisional," kata Moeldoko yang juga Kepala Staf Kepresidenan ini. HKTI sendiri, lanjut Moeldoko, sudah melakukan sejumlah inovasi di sektor pertanian. Moeldoko mengaku telah menemukan benih padi yang berumur 70 hari bisa menghasilkan delapan ton per hektare. "Saya punya M500 hasilnya sembilan ton," tambah Moeldoko. Di samping padi, kata Moeldoko, HKTI juga telah berhasil menemukan bibit kentang yang bisa meningkatkan produktivitasnya. Menurut Moeldoko, hasil pengembangan kentang ini bisa mencapai produktivitas 30 ton per hektare, dua kali lipat dibanding dengan bibit kentang sebelumnya yang berjumlah 15 ton per hektare. Kemudian, lanjut dia, penyelenggaraan ASAFF selama tiga hari ini, juga menghasilkan sejumlah kerja sama bilateral dengan negara lain. Menurutnya, untuk teknologi pertanian yang tergolong maju bisa mencontoh negara-negara maju yang pertaniannya bisa hebat di Internasional, seperti Israel, Taiwan dan Thailand. Dengan nilai tukar mata uang asing yang meningkat, justru petani bisa naik kesejahteraannya, jika ekspor hasil pertanian meningkat. "Kami HKTI telah bangun komunikasi dan akan MoU dengan negara-negara yang memiliki high technology di bidang pertanian agar terjadi transformasi teknologi, transformasi
culture, knowledge dan seterusnya," jelas Moeldoko. Bukan hanya produksi, lanjut Moeldoko, petani Indonesia juga diharapkan bisa mandiri dalam mengola hasil buminya. Dengan pengelolaan dan pengemasan yang bagus, nilai jual pangan akan semakin tinggi.
"Percuma ada barang bagus tetapi tidak bisa mengolah. Karena itu, kami siapkan barang bagus, benih dan pupuk. Setelah itu kami dampingi dengan baik dan coba untuk bantu cari pembelinya," kata mantan Panglima TNI bergelar doktor administrasi negara dari Universitas Indonesia ini. Selain masalah inovasi dan mekanisasi, Moeldoko juga menjamin HKTI akan mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang mengarah pada kedaulatan pangan. Moeldoko memastikan, lembaganya itu menjadi penengah di antara pemerintah, akademisi, pengusaha dan petani. "HKTI berada di tengah-tengah untuk bagaimana menjembatani hasil riset dan inovasi di sini dengan para pengusaha dan petani bisa dalam bentuk inti dan plasma. Setelah itu kalau ada hal-hal atau perbaikan kebijakan, ada pemerintah di sini, HKTI akan menghubungkan kesana," terang Moeldoko.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie