IMF Beberkan Risiko Pembelian Surat Utang Pemerintah oleh Bank Sentral



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Di tengah pandemi Covid-19, bank-bank sentral dunia turut memborong surat utang pemerintah untuk mendanai penanganan pandemi Covid-19, tak terkecuali Bank Indonesia (BI). 

Dana Moneter Internasional (IMF) memandang langkah pembelian aset ini memang bisa menjadi alat yang efektif karnea membantu mengurangi tekanan pasar keuangan tanpa memicu arus keluar modal atau tekanan lebih pada nilai tukar. 

Namun, tetap saja, meski pembelian aset ini membantu bank-bank sentral melaksanakan mandatnya, langkah ini tetap mengandung risiko. 


“Risiko yang muncul terkait dengan isu independensi bank sentral dan juga stabilitas harga,” tulis lembaga tersebut dalam laman resmi IMFBlog, seperti dikutip Selasa (11/1). 

Baca Juga: Ini Imbauan IMF bagi Negara Berkembang untuk Merespon Kenaikan Bunga di AS

IMF menjabarkan lebih lanjut risiko yang muncul dari langkah pembelian aset oleh bank sentral. 

Pertama, dampak kepada neraca bank sentral itu sendiri. Hal ini terjadi ketika bank sentral membeli surat utang pemerintah atau surat utang korporasi dengan suku bunga rendah. Namun, pada mendekati jatuh tempo, tiba-tiba ada peningkatan drastis suku bunga jatuh tempo. 

Kondisi tersebut bisa membuat bank sentral merugikan posisi keuangan sendiri. Makanya, IMF mengimbau bank sentral tak terlalu jor-joran dalam membeli aset. 

Kedua, adanya potensi dominasi fiskal. Dalam hal ini, pemerintah menekan bank sentral untuk memenuhi tujuan pemerintah. 

Bisa saja dengan langkah ini, pemerintah menjadi terbiasa dengan pembiayaan utang yang murah, sehingga akan meminta bank sentral untuk terus melanjutkan pembelian aset bahkan jika inflasi naik. 

Baca Juga: IMF: Pandemi Covid-19 torehkan luka dalam bagi prospek perekonomian

Imbasnya, kepercayaan pihak lain kepada bank sentral menjadi turun. dalam hal ini, kemampuan bank sentral untuk menjaga inflasi yang stabil dan rendah karena langkah pembelian aset terus menerus bisa memicu periode inflasi yang tinggi dan bergejolak.

IMF kemudian memberikan imbauan lebih lanjut. “Prinsip yang kritikal, bank sentral harus memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan tingkat kebijakannya, sesuai kebutuhan untuk mencapai tujuan dan tidak menciptakan lambungan inflasi,” tutur mereka. 

Editor: Noverius Laoli