KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan asuransi jiwa menyatakan ada beberapa hal yang perlu diwaspadai hingga akhir terkait investasi. Terkait hal itu, PT BNI Life Insurance atau BNI Life menilai kenaikan suku bunga Bank Indonesia yang di luar prediksi pada Oktober 2023 membuat pelaku investasi cukup terkejut. Sebab, cukup memberikan dampak terhadap kenaikan
yield bond. "Ditambah dengan era suku bunga tinggi di Amerika Serikat yang belum berakhir serta belum adanya kepastian kenaikan lanjutan yang akan dilakukan oleh The Fed di sisa akhir tahun ini," ucap Plt. Direktur Utama BNI Life Eben Eser Nainggolan kepada KONTAN.CO.ID, Sabtu (4/11).
Eben berpendapat hal tersebut yang membuat kondisi pasar pada Oktober 2023 makin
volatile. Selain itu, kata dia, ditambah kondisi pelemahan Rupiah juga terus berlanjut sejak awal kuartal III-2023. Dengan demikian, hal-hal seperti itu yang membuat perusahaan harus aktif melakukan re-
balancing pada portofolio investasi.
Baca Juga: Allianz Utama Sambut Baik Rencana Tiering Permodalan Perusahaan Asuransi Eben pun melihat adanya peluang penurunan
yield obligasi sampai Desember 2023, dengan target 10
yield goverment bond di kisaran 6,55%. Adapun untuk JCI masih ada potensi
rebound ke level 7.000. Eben menyampaikan BNI Life menyebut berhasil membukukan hasil investasi sampai September 2023 sebesar Rp 1,1 triliun. "Pencapaian tersebut mengalami pertumbuhan sekitar 24%
year on year (YoY)," ujarnya. Eben menerangkan mayoritas instrumen investasi BNI Life adalah obligasi sehingga
income paling besar dari kupon obligasi. Sementara itu, PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (Generali Indonesia) menilai kondisi pasar saat ini hingga akhir tahun masih fluktuatif dalam hal investasi.
Head of Investment Generali Indonesia Ignatius Philip mengatakan sesuai dengan konsep investasi, nilai saham fluktuatif disebabkan oleh berbagai faktor, seperti sentimen pasar, kenaikan suka bunga, dan lain-lain. Ignatius mengatakan kondisi pasar yang masih fluktuatif membuat perusahaan penuh kehati-hatian dalam berinvestasi. Adapun kondisi tersebut kebanyakan dipengaruhi dari faktor eksternal. "Khusunya, geopolitik Timur Tengah dan langkah moneter bank sentral Amerika Serikat, meski hingga saat ini masih cenderung stabil. Ditambah kehati-hatian inflasi yang kembali naik jika harga minyak dunia naik dan Rupiah kembali melemah," ucapnya kepada KONTAN, Minggu (5/11). Untuk tren jangka panjang, Ignatius menerangkan investor dengan
time horizon panjang bisa mulai mengunci imbal hasil tinggi di tingkat bunga saat ini ketika indikasi Rupiah sudah lebih stabil.
Baca Juga: ACPI Sebut Permintaan Asuransi Kendaraan Listrik Meningkat Sementara itu, Ignatius menyampaikan hasil investasi Generali Indonesia hingga September 2023 masih menunjukkan hasil yang positif, jika dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu. Mengenai hasil positif tersebut, dia tak memungkiri ada kaitannya juga dalam mengalokasikan dan mengelola portofolio investasi. Dalam hal investasi, Ignatius menyebut Generali Indonesia mematuhi prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan memiliki proses pengawasan, baik dari komite investasi, regional, maupun secara grup. Ignatius pun mengatakan pengelolaan alokasi investasi juga menerapkan berbagai strategi dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik untuk strategi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. "Dalam menerapkan strateginya, Generali Indonesia mengatur pemilihan portofolio secara seimbang, melalui kepemilikan pada saham-saham
blue chip, saham-saham dari dengan kapitalisasi besar (
big cap), maupun saham-saham dengan kapitalisasi kecil (
small cap)," katanya.
Editor: Tendi Mahadi