Ini alasan utama di balik langkah Arab Saudi deklarasikan perang harga minyak



KONTAN.CO.ID - RIYADH. Harga minyak anjlok sebanyak 30% setelah Arab Saudi melepaskan tembakan pertama dalam perang harganya melawan Rusia. Melansir Reuters, penurunan tersebut menjadi penurunan harian minyak mentah terbesar sejak perang Teluk di awal 1990-an.

Reuters juga memberitakan, kemerosotan harga minyak yang sangat dalam itu akibat kepanikan. Dampaknya besar. Indeks saham utama Wall Street anjlok. Apalagi sebelumnya, bursa AS juga terkena sentimen negatif penyebaran cepat virus corona. Faktor-faktor tersebut semakin memicu kekhawatiran akan terjadinya resesi global.

Financial Times melaporkan, ancaman Riyadh untuk mendiskon minyak mentahnya dan meningkatkan produksi mendorong harga minyak mentah Brent, turun ke level US$ 31,02 per barel. Adapun harga minyak West Texas Intermediate, turun menjadi US$ 27,71 per barel.


Baca Juga: Barclays memangkas prediksi harga minyak 2020 akibat perang harga dan dampak corona

Tetapi mengapa eksportir top dunia itu memutuskan untuk bergerak begitu agresif, apalagi permintaan minyak terbilang minim tersengat dampak krisis virus corona? Dan apa artinya bagi industri minyak yang lebih luas?

Mengapa Arab Saudi meluncurkan perang harga?

Melansir Financial Times Arab Saudi ingin memimpin OPEC dan Rusia dalam melakukan pemotongan lebih dalam pada produksi minyak untuk mendongkrak harga minyak mentah dalam menghadapi wabah virus corona, yang telah mengganggu aktivitas ekonomi global. 

Baca Juga: Harga Minyak Anjlok, Harga Komoditas Lain Kecuali Emas Terseret Turun

Akan tetapi, ketika Rusia menentang rencana itu, Riyadh merespons dengan meningkatkan produksi dan menawarkan minyak mentahnya dengan diskon besar.  Para analis mengatakan itu adalah upaya untuk menghukum Rusia karena meninggalkan apa yang disebut aliansi OPEC.

Analis juga menilai, Arab Saudi mungkin juga ingin memperkuat posisinya sebagai eksportir minyak utama dunia. Langkah ini menunjukkan bahwa Riyadh bersedia secara terbuka menghadapi Rusia dan produsen berbiaya tinggi lainnya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie