Ini dia warisan kultural Wali Songo yang jadi media dakwah penyebaran ajaran Islam



KONTAN.CO.ID -  Wali Songo atau Wali Sanga mewariskan berbagai macam warisan kultural yang dulunya dipakai sebagai media dakwah. 

Para wali tersebut merupakan tokoh penting dalam penyebaran agama Silam di pulau Jawa pada abad ke-14. 

Bersumber dari Instagram Kemendikbud Ristek, Wali Ssongo berarti sembilan penyebar agama Islam di pulau Jawa. Nama dari masing-masing wali dikenal sesuai dengan nama tempat penyebaran agamanya. 


Dalam menyebarkan ajaran Islam, Wali Songo menggunakan pendekatan kebudayaan serta profesionalitas dari para wali di bidangnya masing-masing.

Gending (lagu instrumental Jawa), tradisi kebudayaan, hingga permainan, menjadi media Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam kala itu. 

Dengan menyisipkan unsur seni dan budaya dakwah yang disampaikan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Hal ini juga mempermudah para wali karena dakwah menjadi lebih mudah dipahami dan dekat dengan rakyat Jawa.

Mari simak daftar warisan kultural Wali Songo yang digunakan saat berdakwah di bawah ini dirangkum dari Instagram Kemendikbud Ristek

  • Sunan Gresik

Sunan Gresik merupakan wali pertama yang menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau berdakwah menggunakan cara berdagang, memberikan pengobatan gratis, dan mengajarkan cara baru bercocok-tanam.

Sunan Gresik juga merangkul masyarakat bawah yang disisihkan saat mengajarkan ajaran-ajaran Islam.

Selain dakwah, Sunan Gresik juga mendirikan pondok pesantren dan Masjid Pesucinan di Leran, Gresik. Masjid tersebut diyakini sebagai masjid tertua yang ada di pulau Jawa.

Baca Juga: Bantuan kuota data internet Kemendikbud Ristek 2021 diperpanjang, cek infonya ini

  • Sunan Ampel

Wali Ssongo yang selanjutnya adalah Sunan Ampel. Beliau berhasil mengembangkan dan mewariskan konsep pesantren yang digunakan hingga saat ini. 

Agar bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat pada masa tersebut, Sunan Ampel mendekatkan istilah Islam dengan bahasa setempat. 

Contoh pendekatan bahasa Sunan Ampel diantaranya kata "sembahyang", "langgar", dan "santri". Cara dakwahnya dikenal dengan falsafah "Moh Limo" atau artinya tidak melakukan 5 hal tercela.

  • Sunan Kudus

Sunan Kudus menggunakan pendekatan budaya dengan mengganti sapi atau lembu dengan kerbau untuk disembelih.

Cara ini merupakan cara Sunan Kudus untuk menghormati masyarakat Hindu yang menganggap sapi atau lembu sebagai hewan suci.

Selain mengganti tradisi menyembelih sapi, Sunan Kudus juga menyesuaikan bangunan Masjid Menara Kudus dengan seni bangunan/arsitektur Hindu-Budha.

Beliau juga membuat Tradisi Dandangan yang digelar setiap satu tahun sekali menjelang bulan Ramadhan.