Ini hal yang terjadi jika Pemerintah tak keluarkan Perppu KPK



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang bahwa Presiden Joko Widodo mesti cepat mengambil keputusan untuk menerbitkan PerPPU.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, ada beberapa konsekuensi logis jika kebijakan pengeluaran PerPPU ini tidak segera diakomodir oleh Presiden.

Baca Juga: Daftar kepala daerah di Lampung yang terjerat KPK kian panjang, ini nama-namanya


Pertama, Penindakan Kasus Korupsi akan Melambat. Hal ini diakibatkan dari pengesahan UU KPK yang baru, yang mana nantinya berbagai tindakan pro justicia akan dihambat karena harus melalui persetujuan dari Dewan Pengawas.

"Mulai dari penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan," ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/10).

Kedua, KPK Tidak Lagi Menjadi Lembaga Negara Independen. Berdasarkan Pasal 3 UU KPK yang baru menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Hal tersebut mengartikan bahwa status kelembagaan KPK tidak lagi bersifat independen. Padahal sedari awal pembentukan KPK diharapkan menjadi bagian dari rumpun kekuasaan ke empat, yakni lembaga negara independen dan terbebas dari pengaruh kekuasaan manapun, baik secara kelembagaan ataupun penegakan hukum, Ketiga, Menambah Daftar Panjang Pelemahan KPK. ICW melihat sepanjang lima tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berbagai pelemahan terhadap KPK telah terjadi. Mulai dari penyerangan terhadap Novel Baswedan, pemilihan Pimpinan KPK yang sarat akan persoalan, ditambah lagi dengan pembahasan serta pengesahan UU KPK.

Baca Juga: KPK menetapkan bupati Lampung Utara sebagai tersangka Akan tetapi di waktu yang sama seakan Presiden mengabaikan persoalan tersebut sembari membiarkan pelemahan KPK terus menerus terjadi. Tentunya ini akan berimplikasi pada pandangan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan selama ini, bukan tidak mungkin anggapan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi akan disematkan pada pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Keempat, Presiden Dinilai Ingkar Janji pada “NawaCIta”. ICW mengatakan, masih jelas diingatan publik pada saat masa kampanye tahun 2014 lalu Joko Widodo sempat mengeluarkan “NawaCita” yang mana berisi sembilan agenda prioritas jika nantinya terpilih menjadi Presiden selama lima tahun ke depan. Tegas disebutkan pada poin ke 4 bahwa Joko Widodo – Jusuf Kalla menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. "Publik dengan mudah menganggap bahwa NawaCita ini hanya ilusi belaka saja jika Presiden tidak segera bertindak untuk menyelamatkan KPK," ucap dia. Kelima, Indeks Persepsi Korupsi Dikhawatirkan akan Menurun Drastis. Saat ini indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada peringkat 89 dari total 180 negara dengan skor 38. Setelah dua tahun sebelumnya IPK Indonesia stagnan di angka 37.

Editor: Azis Husaini