Ini Strategi Emiten Farmasi Saat Rupiah Masih Betah di Sekitar Rp 15.000 Per Dolar AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bahan baku yang masih didapatkan secara impor membuat sektor farmasi menjadi salah satu yang paling rentan terhadap pelemahan nilai tukar rupiah. Adapun kurs rupiah sempat menembus di atas level Rp 15.000 pada pekan lalu.

Kurs rupiah masih bertahan di sekitar area Rp 15.000, meski di pasar spot rupiah ditutup menguat 0,15% ke Rp 14.979 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (8/7). Namun, di awal pekan ini, rupiah kembali bergerak tipis dan rawan tembus ke atas Rp 15.000 per dolar AS lagi.

Sejumlah emiten farmasi pun telah pasang strategi mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah ini.


Sekretaris Perusahaan PT Phapros Tbk (PEHA) Zahmilia Akbar mengaku bahwa sejauh ini merosotnya kurs rupiah belum terlalu berdampak pada biaya operasional PEHA. Tetapi bila berkepanjangan, imbas dari tren merosotnya nilai tukar rupiah bakal terasa.

Baca Juga: Rupiah Spot Dibuka Melemah Tipis ke Rp 14.985 Per Dolar AS Pada Hari Ini (11/7)

"Dari kami berharap nilai tukar rupiah akan kembali stabil. Kami yakin akan segera stabil," kata Zahmilia saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (8/7).

Zahmilia mengamini, kebutuhan bahan baku impor untuk industri farmasi masih cukup tinggi. Kebanyakan berasal dari negara di Eropa, China, serta India. Guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku, PEHA sejak beberapa tahun lalu memaksimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri.

"Untuk bahan baku aktif farmasi kami juga telah menginisiasi dan dalam tahapan trial saat ini sebelum komersialisasi," imbuh Zahmilia.

PEHA melakukan perencanaan dan realisasi pembelian bahan baku untuk kebutuhan beberapa bulan ke depan. Upaya lain yang dilakukan seperti long term agreement dengan vendor di luar negeri sehingga dampak kurs dapat diantisipasi.

Kemudian, PEHA mulai menggunakan mata uang lokal selain dolar AS dalam pembelian bahan yang masih impor agar nilainya lebih stabil. Berbagai strategi tersebut menjadi fokus dari bagian supply chain PEHA untuk mencegah dampak berlebihan pada bisnis.

"Karena kami wajib menjaga ketersediaan obat bagi masyarakat di Indonesia bagaimanapun konsekuensi kondisinya," kata Zahmilia.

 
PEHA Chart by TradingView

Sementara itu, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Vidjongtius mengungkapkan bahwa ketersediaan bahan baku obat dan susu serta durasi pengiriman logistik yang bertambah panjang menjadi tantangan industri saat ini. Di tengah situasi makro dan mikro yang menyimpan banyak tantangan, KLBF memakai kombinasi empat pilar bisnis.

Empat pilar tersebut memiliki kombinasi segmentasi produk di masing-masing pilar. Meliputi obat resep, obat bebas atau consumer health, nutrisi, serta distribusi & logistik.

KLBF juga memiliki kebijakan untuk menyediakan cadangan devisa internal sekitar US$ 50 juta - US$ 60 juta untuk pendanaan bahan baku. Adapun sumber impor bahan baku berasal dari beberapa negara seperti China, India, Jepang, Australia, dan berbagai negara di Eropa.

Vidjongtius menambahkan, sejak akhir tahun lalu KLBF juga sudah menaikkan jumlah persediaan untuk mengamankan suplai, sehingga obat kesehatan selalu tersedia di pasar.

"Dengan adanya persediaan yang bertambah sejak akhir tahun lalu maka dalam jangka pendek masih bisa ditahan tapi kalau berlarut lama maka biaya produksi bisa meningkat," sebut Vidjongtius.

Editor: Anna Suci Perwitasari