Ini strategi pemerintah menutup defisit anggaran lewat SUN pada 2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mematok defisit anggaran sebesar 1,76% terhadap produk domestic bruto (PDB) pada 2020 atau senilai Rp 307,2 triliun.Untuk itu, pemerintah memutar otak pencari pembiayaan dalam diversifikasi Surat Utang Negara (SUN).

Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, pemerintah tetap optimistis terhadap kinerja SUN di tahun depan. 

Baca Juga: Industri Lesu Darah, Ekonomi Kian Payah


Meski demikian, Loto memahami kondisi pasar utang di Indonesia masih akan banyak tantangan terutama masalah perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, Brexit, serta geopolitik global yang membuat pertumbuhan ekonomi global dalam tren melemah. 

Nyatanya hal tersebut membuat berbagai lembaga internasional beramai-ramai memangkas pertumbuhan ekonomi global. Sebut saja The International Monetary Fund (IMF) yang merevisi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini menjadi 3% dan tahun 2020 di level 3,4%. Sehingga, tren suku bunga bank sentral global kemungkinan turun untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi.

Dus, Loto bilang suku bunga Bank Indonesia (BI) akan menyesuaikan tren bank sentral global dan yield SUN akan ikut merendah. Meski demikian, tren tersebut dinilai masih menguntungkan obligasi pemerintah yang masih kompetitif dibanding surat utang negara lain.

“Meski demikian, tetap aja inflasi dalam tren terkendali membuat return masih  menarik. Selama saat ini dibandingkan dengan negara lain masih cantik,” kata Loto di kantornya, Senin (21/10).

Loto mengaku tren yield SUN tahun depan akan tembus bergerak di bawah 7% untuk tenor sepuluh tahun. Menurutnya, tingkat suku bunga yang rendah cenderung relatif dan bukan jadi hal baru bagi Indonesia. Menilik ke belakang, pada 2012 pemerintah pernah menerbitkan SUN dengan yield di bawah 5%.

Baca Juga: Saham-saham prospektif di periode ke II pemerintahan Jokowi

“Tapi seiring dengan peningkatan rating utang, di hadapan investor semakin tertarik. Wajar kalau imbal hasil semakin murah, reputasi Indonesia dimata investor cukup kredibel. Kalau tingkat bunga bergerak normal, maka akan mengalami penurunan imbal hasil semakin berkurang,” ungkap Loto.

Editor: Noverius Laoli