Inilah efek jika menunda vaksin Covid-19 Sinovac dosis kedua



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Vaksinasi Covid-19 dosis kedua di Indonesia dimulai hari ini Rabu (27/1/2021). Kenapa suntik vaksin Covid-19 Sinovac harus dua dosis? Apa yang terjadi jika suntik vaksin Covid-19 Sinovac tidak sesuai jadwal?

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah tokoh masyarakat telah disuntik vaksin Covid-19 buatan Sinovac pada Rabu (13/1/2021). Oleh karena itu, Presiden Jokowi dan para tokoh tersebut harus kembali menjalani suntik vaksin Covid-19 dari Sinovac hari ini.

Setiap penerima vaksin Covid-19 harus menerima suntikan 2x. Penerima vaksin Covid-19 harus mematuhi jadwal yang sudah ditetapkan.


Jadwal vaksinasi Covid-19 harus dipatuhi. Pasalnya, suntik vaksin Covid-19 Sinovac ini berkaitan dengan pembentukan antibodi dan mutasi virus corona.

Pemberian vaksin Covid-19 dosis kedua yang lebih lambat dikhawatirkan bisa memicu lebih banyak mutasi virus. "Terdapat kemungkinan, perubahan skema pemberian dosis kedua vaksin virus corona semacam itu akan mempertinggi laju mutasi virus," demikian peringatan Florian Krammer, peneliti vaksin dari Icahn School of Medicine di New York dalam sebuah konferensi pers Science Media Center (SMC), dikutip Kompas.com dari DW Indonesia.

Baca juga: Vaksinasi dimulai, pahami 5 hal tentang vaksin corona dari Sinovac

Vaksinasi Covid-19 harus dilakukan sebanyak dua kali. Pasalnya, pada penyuntikan vaksin Covid-19 yang pertama, jumlah antibodi yang menetralkan virus masih rendah.

Jika tidak dilakukan penyuntikan vaksin Covid-19 yang kedua, bisa memicu infeksi tanpa gejala atau asimptomatik. Walhasil, ada kemungkinan munculnya varian Covid-19 yang mengalami mutasi yang lebih resisten terhadap antibodi yang baru terbentuk.

"Sebesar apa risikonya, sangat sulit diprediksi, tapi kemungkinannya relatif tinggi. Terutama jika pada kasus tingginya infeksi pada masyarakat, seperti yang terjadi di Inggris saat ini," kata pakar vaksin Kramer lebih lanjut.

"Varian virus baru ini akan jadi masalah global. Juga akan jadi masalah pada banyak kandidat vaksin yang saat ini sedang diteliti," demikian peringatan Krammer.

Editor: Adi Wikanto