Inilah kehebatan paket senjata senilai Rp 35 triliun yang dibeli Taiwan dari AS



KONTAN.CO.ID - Washington DC. Pembelian senjata buatan Amerika Serikat oleh militerv Taiwan menambah kemarahan China. Nyatanya, senjata tersebut memang bakal meningkatkan pertahanan Taiwan dan menyulitkan China jika ingin mengerahkan militer ke Taiwan.

Amerika Serikat pada Senin (26/10/2020) mengatakan, sudah menyetujui penjualan 100 sistem pertahanan pesisir Harpoon ke Taiwan seharga 2,4 miliar dollar AS (Rp 35,16 triliun). Diberitakan AFP, deal penjualan ini terdiri dari 100 Harpoon Coastal Defense System (HCDS) yang mencakup 400 rudal RGM-84L-4 Harpoon Block II dengan jangkauan sekitar 125 kilometer (km). Rudal-rudal itu diproduksi oleh Boeing, dapat ditempatkan di platform tetap atau dipasang di truk.

Penjualan senjata canggih ini mengabaikan kecaman China atas penjualan 135 rudal jelajah AGM-84H SLAM-ER senilai 1 miliar dollar AS (Rp 14,64 triliun) pekan lalu. Tak seperti Harpoon yang diluncurkan di daratan, rudal tersebut diluncurkan dari udara dan memiliki daya jangkau lebih luas dari Selat Taiwan yang memisahkan pulau itu dengan China.


Kantor Presiden Taiwan Tsai Ing-wen merilis ucapan terima kasih kepada AS atas kesepakatan itu, dengan berkata akan "meningkatkan kemampuan perang asimetris". Pengumuman terbaru ini muncul hanya beberapa jam setelah Beijing mengatakan, akan memberi sanksi kepada perusahaan-perusahaan AS yang terlibat dalam penjualan senjata sebelumnya ke Taiwan.

Baca juga: Lelang rumah sitaan Bank BNI dibuka Rp 220 juta, lokasi di Kota Bekasi

Sanksi itu akan dijatuhkan pada Lockheed Martin, divisi pertahanan Boeing, dan perusahaan-perusahaan AS lainnya yang terlibat dalam penjualan senjata. Akan tetapi juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian tidak menjelaskan secara rinci bagaimana sanksi tersebut akan diterapkan.

Taiwan terus dibayangi ancaman invasi dari China, yang para pemimpinnya memandang pulau itu masih bagian wilayah mereka. Beijing berjanji suatu saat nanti akan merebut Taiwan, dengan kekerasan jika perlu.

Editor: Adi Wikanto