Inilah Wanita Pertama yang Akan Dihukum Gantung di Singapura dalam 2 Dekade Terakhir



HUKUMAN MATI DI SINGAPURA - Singapura dilaporkan tengah bersiap untuk mengeksekusi terpidana mati wanita pertama dalam 20 tahun terakhir pada minggu ini. 

Melansir Yahoo News, wanita tersebut adalah Saridewi Djamani, 45 tahun. Dia akan menjadi wanita pertama yang dieksekusi sejak 2004. Sebelumnya, Yen May Woen, 36 tahun, digantung setelah dihukum karena perdagangan narkoba. 

Selain itu, Singapura juga dilaporkan akan mengeksekusi Mohd Aziz bin Hussain, pria Melayu Singapura berusia 56 tahun, pada minggu ini.


Setidaknya 13 orang telah digantung di negara itu sejak dimulainya kembali eksekusi mati pada Maret 2022 menyusul pandemi Covid-19. Jika eksekusi terhadap Djamani dan Hussain berlanjut, Singapura akan mencapai rata-rata satu orang per bulan yang dieksekusi karena pelanggaran narkoba.

Aktivis di negara itu telah meminta anggota parlemen Singapura untuk membatalkan hukuman mati.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Pulau Rempang di Batam Jadi Kawasan Industri Hilirisasi

Kesalahan Saridewi Djamani dan Mohd Aziz bin Hussain

Pasangan itu dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah memiliki heroin untuk tujuan perdagangan. Djamani ditemukan dengan 30 gram obat golongan A. Sedangkan Hussain ditemukan dengan sekitar 50 gram.

Namun, pertanyaan telah diajukan atas keyakinan mereka oleh kelompok aktivis Transformative Justice Collective (TJC) yang berbasis di Singapura.

Djamani mengaku tidak dapat memberikan pernyataan yang akurat kepada polisi karena dia sedang menjalani penarikan narkoba pada saat itu. Hussain menuduh dia dipaksa membuat pengakuan yang merusak setelah dia diberitahu oleh polisi bahwa dia akan menghadapi pengurangan dakwaan yang tidak termasuk hukuman mati.

Kedua gugatan itu ditolak oleh pengadilan. Djamani dan Hussain dijatuhi hukuman mati karena pelanggaran perdagangan narkoba pada tahun 2018.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi Global Masih Melambat, Bagaimana dengan Ekonomi Indonesia?

Kritikan para aktivis

Chiara Sangiorgio, pakar hukuman mati di organisasi hak asasi manusia Amnesty International, mendesak Singapura untuk menghapus praktik hukuman mati. Dia menambahkan bahwa hukuman berat tidak berdampak pada industri narkoba di negara itu dan merekomendasikan agar Singapura mengadopsi perombakan kebijakan narkoba.

"Ketika negara-negara di seluruh dunia menghapus hukuman mati dan merangkul reformasi kebijakan narkoba, otoritas Singapura tidak melakukan keduanya. Satu-satunya pesan yang dikirim oleh eksekusi ini adalah bahwa pemerintah Singapura bersedia untuk sekali lagi menentang perlindungan internasional dalam penerapan hukuman mati,” paparnya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie