Intip serba serbi bisnis B2B Zilingo



KONTAN.CO.ID - BOGOR. Perkembangan teknologi yang sangat pesat tak terelakan. Adopsi teknologi mulai diterapkan di seluruh aspek kehidupan termasuk dalam menjalankan bisnis.

Pemerintah Republik Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengamati tren tersebut. Tak heran gaung revolusi industri 4.0 telah bergema sejak masa kepemimpinannya di periode satu lalu.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian RI, industri tekstil dan pakaian jadi menyumbang PDB 6,39% terhadap PDB negara yang mana angka tersebut belum ditambah kontribusi dari industri fesyen yang merupakan ujung rantai dari industri tekstil yang memiliki nilai tambah tinggi.


Baca Juga: Memanjakan mitra bisnis cara Zilingo bisa bersaing dengan e-commerce lainnya

Dengan demikian, penting bagi para pemain untuk mengembangkan potensi bisnis melalui akses pasar yang lebih luas, dukungan permodalan, keahlian, serta kemudahan operasional sehingga mampu berkontribusi lebih banyak lagi bagi PDB negara demokrasi ini.

Beriringan dengan hal tersebut, berbagai perusahaan berbasis teknologi masuk ke Indonesia. Salah satu yang ramai diperbincangkan yakni startup.

Berbagai startup baik dari lokal maupun luar negeri beroperasi di Indonesia. Dari banyaknya startup berdiri, Zilingo perusahaan yang bermarkas di Singapura ini bermain pada sektor fesyen dan lifestyle.

Masuk dengan konsep bisnis Business to Customer (B2C), saat ini Zilingo Indonesia juga mulai mengembangkan bisnis Business to Business (B2B).

Baca Juga: Kiat Zilingo menjaga mitra bisnis

Ade Yuanda Saragih, Country Head Zilingo menyebutkan untuk bisnis B2B ini belum secara resmi diluncurkan di Indonesia. "Kami berencana launching awal tahun depan," ujarnya kepada  Kontan.co.id, Selasa (19/11).

Pihaknya melihat, sebagai salah satu kebutuhan primer pakaian memiliki pasar yang sangat besar. Selain itu, ia bilang pihaknya memiliki visi tidak hanya fokus terhadap user maupun pembeli tetapi juga kepada merchant.

Seiring berjalan waktu, ia mengaku banyak merchant yang bilang mengalami beberapa kesulitan untuk mengembangkan bisnis mulai dari persoalan sumber bahan baku, keuangan, sampai dari teknologi itu sendiri.

Editor: Yudho Winarto