Jika ada kekurangan, Otsus perlu diperbaiki agar lebih sejahterakan masyarakat Papua



KONTAN.CO.ID - ​JAKARTA. Otonomi khusus (Otsus) untuk Papua dan Papua Barat dinilai sebagai pengakuan negara terhadap Papua sebagai daerah yang memiliki sifat khusus.

Ini bisa dimaknai bahwa negara, menghormati masyarakat adat beserta hak tradisional sepanjang masih hidup, yang dilekatkan dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia.

“Otsus yang dijalankan pun juga merupakan penjabaran dari konstitusi,” ujar melalui keterangannya Moksen Idris Sirfefa, Tenaga Ahli Kelembagaan Desk Papua Bappenas, dalam Diskusi “Bagaimana Agar Otsus Bisa Sejahterakan Rakyat Papua?”, yang digelar secara daring, Selasa (29/9).


Baca Juga: Ratusan tenaga medis wafat akibat Covid-19

Dijelaskan Moksen, otsus merupakan keputusan politik antara Papua dan pemerintah pusat, yang sama-sama saling menguntungkan, dengan diterapkan secara rasional, moderat, demokratis, sebagai bagian jalan tengah. Jika pun ada kekurangan, maka kedua belah pihak bisa sama-sama duduk bersama.

Saat ini, ada pemahaman keliru, seolah-olah Otsus akan berakhir pada 2021, padahal akan terus dilanjutkan dan diperbaiki demi kesejahteraan masyarakat Papua. Kesalahpahaman terhadap Otsus juga karena hanya dinilai dari segi uang atau anggaran saja. 

“Otsus tak hanya soal uang, ada banyak hal terkait, mulai kelembagaan, kewenangan, sumber daya manusia, banyak hal, dan itu semua untuk Papua,” ujarnya.

Karena itu, meski masih ada kekurangan, akan lebih baik pemerintah daerah memanfaatkan betul pelaksanaan Otsus karena dijamin konstitusi.

Hal lain, dari kajian Bappenas, juga kajian yang dilakukan di internal pemerintah daerah Papua,  jika kemudian dana Otsus ini berhenti, maka akan mengganggu kapasitas fiskal dua provinsi di Papua, mencapai 60 persen.

Selama ini, dana Otsus sudah cukup membantu dan bermanfaat untuk pendidikan kesehatan infrastruktur dan afirmasi atas orang asli Papua dimana melalui dana otsus juga digunakan membiayai Majelis Rakyat Papua.

Sehingga, ia mengajak, semua pihak di Papua, untuk benar-benar mengkaji, agar tidak ada salah persepsi.

“Kebijakan dalam penyelenggaraan ada yang berhasil dan tidak, yang berhasil ditingkatkan kalau tidak berhasil perbaiki koreksi, cara memandang otsus harus dengan cermat, benar benar mengkaji segala konsekuensi,” ucapnya.

Baca Juga: ​Profil Vanuatu, negara di timur Australia yang kritis terhadap isu HAM di Papua

Editor: Yudho Winarto